Bisnis.com, JAKARTA — Bursa Efek Indonesia (BEI) akan kembali mengadakan perdagangan sesi prapembukaan pre-opening mulai perdagangan besok, Senin (7/9/2020).
Adapun saham yang dapat diperdagangkan di pasar reguler dalam sesi itu adalah salah yang termasuk dalam konstituen indeks LQ45.
Lewat pengumuman yang ditandatangani oleh Direktur Utama BEI Inarno Djajadi dan Direktur Perdagangan dan Penilaian Anggota Bursa BEI Laksono Widodo, otoritas juga mengubah acuan harga saham yang dapat diperdagangkan melalui sesi pre-opening di pasar reguler dan pasar tunai.
Saham yang semula berpedoman kepada harga pembukaan diubah menjadi harga previous terhitung mulai Senin (7/9/2020) sampai dengan batas waktu ditetapkan kemudian.
Saat dimintai konfirmasi Bisnis, Laksono menjelaskan bahwa sesi pre-opening akan berlangsung pada 08.45—08.55 WIB. Selanjutnya, pembentukan harga berlangsung pada 08.55—08.59 WIB.
“[Pre-opening kembali diadakan] supaya pasar lebih teratur dan efisien dalam hal ini menghindari penumpukan order di awal pembukaan market jam 09.00 WIB,” paparnya kepada Bisnis, Kamis (3/9/2020).
Laksono mengungkapkan penumpukan order di pembukaan tersebut kadang mengakibatkan terhambatnya aliran informasi data antara Bursa dan pada Anggota Bursa.
Pada sesi perdagangan Jumat (4/9/2020), indeks LQ45 ditutup melemah 1,09 persen atau 9,12 poin ke level 825,62. Adapun sepanjang pekan lalu, indeks melemah hingga 2,61 persen.
Selain itu, Laksono menampik kabar adanya perubahan aturan auto reject. Pihaknya menegaskan ketentuan auto reject atas (ARA) dan auto reject bawah (ARB) tidak berubah.
“ARB tetap 7 persen, ARA sesuai range harga 20 persen, 25 persen, dan 30 persen,” ujarnya.
Berdasarkan catatan Bisnis, BEI mengeluarkan kebijakan ARB sebesar 7 persen terhitung mulai perdagangan, Jumat (13/3/2020). Selain menurunkan batasan ARB, otoritas juga melakukan peniadaan saham yang dapat diperdagangkan pada pre-opening.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kala itu menjelaskan bahwa kebijakan ditempuh berkenaan dengan perkembangan kondisi pasar modal global maupun pasar modal domestik yang tengah mengalami tekanan.
Kondisi itu dipicu penetapan virus corona sebagai pandemik sehingga perlu diambil langkah untuk mengurangi tekanan kepada pasar modal Indonesia.