Bisnis.com, JAKARTA – Perdagangan pasar saham yang hanya berlangsung selama dua hari pekan ini diprediksi akan berpengaruh pada pergerakan pasar awal pekan depan.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, Rabu (19/8/2020), IHSG ditutup pada posisi melemah 0,422 persen atau 22,364 poin ke level 5.272,810. Pada hari tersebut, indeks bergerak pada level perdagangan 5.268,507 – 5.327,316. Total transaksi pada hari tersebut adalah Rp8 triliun dan total jual bersih asing sebesar Rp325,45 miliar.
Adapun, perdagangan saham pada pekan ini hanya berlangsung selama dua hari. Transaksi saham tidak dibuka pada hari Senin (17/8/2020) untuk memperingati HUT RI, sedang perdagangan hari Kamis (20/8/2020) dan Jumat (21/8/2020) juga tidak berlangsung karena hari libur nasional untuk merayakan hari raya Tahun Baru Islam 1442 Hijriyah.
Direktur PT Anugrah Mega Investama Hans Kwee menilai durasi perdagangan pasar saham yang singkat dan banyaknya sentimen dari luar negeri pada pekan ini belum berpengaruh banyak terhadap pergerakan pasar dalam negeri. Hal ini kemungkinan akan membuat indeks akan kembali terdiskon pada awal pekan depan.
“Banyaknya faktor negatif dan ketidakpastian di pasar membuat kami perkirakan IHSG sepekan berpeluang konsolidasi melemah. Support IHSG di level 5.218 sampai 5.119 dan resistance di level 5.327 sampai 5.400,” ungkapnya dalam rilis pers yang diterima Bisnis, Minggu (23/8/2020).
Hans menilai perdagangan saham pada minggu keempat bulan Agustus nanti akan dipengaruhi oleh sejumlah sentimen dari dalam negeri diantaranya sejumlah rilis data Amerika Serikat yang menunjukan perbaikan. Hal ini tercermin dari data aktivitas bisnis bulan Agustus yang naik ke level tertinggi sejak tahun 2019.
Pemesanan baru dari perusahaan sektor manufaktur dan jasa juga meningkat, diikuti dengan harga rumah yang naik ke posisi tertinggi seiring penjualan rumah mengalami kenaikan di negara tersebut. Ini menunjukan masih terjadi peningkatan data ekonomi di tengah naiknya angka kasus Covid-19 dan merupakan sentimen positif bagi pasar.
Di sisi lain, perusahaan teknologi menjadi sektor dengan kinerja terbaik di pasar saham Amerika Serikat sepanjang tahun 2020 ini. Kinerja ini didapat karena sektor ini mampu bertahan bahkan diuntungkan akibat pandemi Covid-19.
“Tetapi sentimen positif akibat keunikan sektor ini mulai memudar setelah kenaikan yang banyak di pasar. Hal ini berpeluang membawa saham teknologi mulai terkoreksi atau sideways di pasar,” sebut Hans.
Konflik China dan Amerika Serikat terkait saham teknologi juga menjadi sentimen negatif pasar. Hal ini ditandai dengan penjualan operasi aplikasi TikTok di Amerika Serikat hingga pembatasan terhadap Huawei untuk mendapatkan chip yang diproduksi dengan perangkat lunak dan teknologi Amerika Serikat.
Hal ini dikhawatirkankan mengganggu hubungan pertemuan untuk mengevaluasi pakta perdagangan fase pertama. Pertemuan antar dua negara demi membahas kesepakatan perdagangan fase satu terlihat tidak pasti.
Lebih lanjut, pertemuan ini diperumit dengan langkah pemerintahan Presiden AS Donald Trump yang menolak untuk mengakui pernyataan Kementerian Perdagangan China, bahwa kedua negara akan kembali ke meja perundingan menjadi sentimen negatif bagi pasar keuangan.
Langkah Federal Reserve terhadap pemulihan ekonomi Amerika Serikat juga menjadi perhatian pelaku pasar. Krisis kesehatan akibat Covid-19 akan sangat membebani aktivitas ekonomi, lapangan kerja, dan inflasi dalam jangka pendek, serta menimbulkan risiko yang cukup besar terhadap prospek ekonomi dalam jangka menengah.
“Hal ini mengindikasikan masih perlu waktu panjang untuk memulihkan ekonomi negara tersebut. Belum lagi kepastian kapan pandemi Covid-19 berhasil diatasi,” tutupnya.