Bisnis.com, JAKARTA - Direktur Utama PT Kino Indonesia Tbk. (KINO) kembali menambah kepemilikan sahamnya di perseroan.
Berdasarkan keterbukaan informasi yang dikutip Jumat (21/8/2020), Direktur Utama Kino Indonesia Harry Sanusi melaporkan penambahan pembelian saham perusahaan sebanyak 787.400 saham. Harga pembelian Rp3.246,31 per saham.
Dengan demikian kisaran nilai transaksi tersebut ialah Rp2,56 miliar. Tanggal transaksi dilakukan pada 10 - 14 Agustus 2020.
"Kepemilikan saham Harry di KINO pun meningkat menjadi 12,11 persen dari sebelum transaksi sebesar 12,06 persen. Status kepemilikan saham adalah langsung," paparnya.
Tujuan transaksi ialah investasi dengan kepemilikan saham secara langsung.
Sebelumnya, Harry Sanusi melaporkan penambahan pembelian saham perusahaan sebanyak 457.100 saham. Harga pembelian Rp3.297,68 per saham.
Baca Juga
Dengan demikian kisaran nilai transaksi tersebut ialah Rp1,51 miliar. Tanggal transaksi dilakukan pada 28 - 30 Juli 2020.
Pada penutupan perdagangan Rabu (19/8/2020), saham KINO naik 0,32 persen atau 10 poin menjadi Rp3.180. Kapitalisasi pasarnya mencapai Rp4,54 triliun dengan price to earning ratio (PER) 19,16 kali.
Harga saham KINO naik 24,71 persen dalam 3 bulan terakhir, tetapi masih koreksi 7,29 persen sepanjang 2020.
Sementara itu, manajemen Kino Indonesia menjelaskan besaran keuntungan pembelian saham Morinaga pada awal tahun 2019 berpengaruh besar pada kinerja laba bersih pada semester pertama tahun ini.
Direktur Keuangan Kino Indonesia Budi Muljono menyampaikan penurunan laba bersih di semester pertama terutama disebabkan pembelian dalam diskon dari Morinaga sebesar Rp264,21 miliar pada tahun 2019 silam.
“Sebetulnya (keuntungan pembelian saham) ini one-off gain dan untuk perbandingan yang setara (apple to apple), kita harus exclude angka ini dari laba semester satu tahun lalu sehingga perubahan laba adalah dari sekitar Rp96,7 miliar (semester I/2019) menjadi Rp117,7 miliar (semester I/2020) sehingga justru laba bersih kita seharusnya naik 21,7 persen meskipun ada penurunan penjualan,” ungkapnya kepada Bisnis, Senin (27/7/2020).
Sebagai gambaran, perseroan membukukan penjualan Rp2,19 triliun, menurun tipis 1,3 persen secara tahunan dibandingkan perolehan pada periode yang sama tahun sebelumnya yakni Rp2,22 triliun.
Adapun, laba tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk tergerus 67,52 persen year-on-year menjadi Rp118,64 miliar dari sebelumnya Rp365,29 miliar.
Di sisi lain, perseroan berhasil membalikkan posisi rugi menjadi laba kurs sebesar Rp2,48 miliar yang menurut Budi disebabkan oleh eksposur forex di satu periode tertentu.
Baginya, perseroan tetap mendorong agar lebih banyak terjadi ekspor sehingga dapat membantu devisa negara. Namun, di sisi lain, perseroan juga mempertebal kas dalam mata uang asing sehingga jika rupiah melemah, perseroan akan mendapatkan laba kurs.
“Jika dilihat, laba kotor kami tetap mengalami peningkatan dari 45,7 persen menjadi 49,7 persen karena banyak efisiensi produksi yang kami lakukan. Hal ini memang sejalan dengan tujuan kami menjadi perusahaan yang makin profitable,” sambungnya.
Terakhir, Budi menjelaskan pada tahun lalu perseroan mendapat fasilitas pembiayaan dari beberapa bank untuk pembiayaan penambahan kapasitas produksi dan baru ditarik pada semester pertama tahun ini. Hal ini membuat pos liabilitas perseroan meningkat 28,63 persen jika dibandingkan dengan periode akhir tahun 2019.
Penambahan kapasitas tersebut diyakini akan memberikan dampak positif selama beberapa tahun ke depan dan akan membantu meningkatkan kinerja penjualan dan keuntungan bagi perseroan.