Bisnis.com, JAKARTA — Emiten tesktil PT Pan Brothers Tbk. optimistis kinerja 2020 akan lebih baik dibandingkan 2019 karena membludaknya pesanan.
Pan Brothers juga tengah memfinalisasi rencana refinancing atau pembiayaan kembali utang sindikasi senilai US$138,5 juta yang akan jatuh tempo pada Februari 2021.
Rencana refinancing atau pembiayaan kembali emiten produsen tekstil itu kembali menjadi sorotan Moody’s Investors Service. Lembaga pemeringkat internasional itu kembali menurunkan peringkat kredit Pan Brothers pada Senin (6/7/2020).
Wakil Direktur Utama Pan Brothers Anne Patricia Sutanto menjelaskan bahwa Moody’s hanya melihat dari sisi utang jatuh tempo dalam 18 bulan ke depan tanpa melihat kinerja operasional perseroan.
Padahal, berdasarkan data dan proyeksi yang telah disesuaikan dengan pesanan diterima hingga akhir tahun 2020 berada di atas capaian 2019.
“Kami yakin secara performa Pan Brothers akan lebih baik dari 2019,” imbuhnya.
Baca Juga
Terkait refinancing utang sindikasi senilai US$138,5 juta yang jatuh tempo pada Februari 2021, Anne mengungkapkan prosesnya terus berjalan. Pembahasan ditargetkan rampung pada Juli 2020 atau selambat-lambatnya Agustus 2020.
Anne mengatakan penggunaan dana diutamakan untuk melunasi utang sindikasi jatuh tempo Februari 2021. Apabila jumlah yang diperoleh lebih besar, perseroan akan menggunakan untuk pelunasan sebagian dari obligasi global yang tatuh tempo pada 2022.
“Kami akan memberdayakan seluruh upaya memberikan yang terbaik untuk seluruh stakeholders termasuk investor pasar modal, bond holder, dan pemegang saham,” paparnya.
Berdasarkan laporan keuangan kuartal I/2020, Pan Brothers mengantongi pendapatan US$121,65 juta per 31 Maret 2020. Realisasi itu naik 7,77 persen dari US$112,87 juta periode yang sama tahun lalu.
Dari situ, perseroan membukukan laba bersih US$2,10 juta pada kuartal I/2020. Pencapaian itu tumbuh 32,91 persen dibandingkan dengan US$1,58 juta periode yang sama.
Berdasarkan data yang dihimpun Bisnis, Moody’s merevisi outlook emiten berkode saham PBRX itu pada Februari 2020 dari stabil menjadi negatif. Namun, peringkat perseoran saat itu masih dipertahankan di level B1.
Moody’s baru merevisi peringkat kredit PBRX dari B1 menjadi B2 pada April 2020. Teranyar, downgrade kembali dilakukan dari B2 menjadi B3 pada Senin (6/7/2020).
Analis Moody’s Stephanie Cheong mengatakan penurunan peringkat ke B3 mencerminkan ketidakpastian yang berlanjut sehubungan dengan refinancing utang jatuh tempo perseroan. PBRX memiliki sejumlah utang dalam nilai besar yang akan jatuh tempo dalam 12 bulan hingga 18 bulan.
Nilai itu termasuk revolving credit facility senilai US$138,5 juta yang jatuh tempo pada 2021 dan surat utang tanpa jaminan senilai US$171 juta yang akan jatuh tempo pada Januari 2022.
Moody’s menyebut PBRX saat ini sedang menegosiasikan kesepakatan refinancing untuk revolving credit facility yang akan jatuh tempo. Namun, kesepakatan belum tercapai, sehingga masih meninggalkan ketidakpastian.
“Bahkan, dengan asumsi perusahaan membiayai kembali fasilitas kredit bergulir, risiko pembiayaan kembali akan tetap tinggi mengingat jatuh tempo obligasi pada Januari 2022,” ujarnya melalui siaran pers, Senin (6/7/2020).
Moody’s menilai likuiditas PBRX terbilang tipis dengan saldo tunai US$39 juta. Bahkan, lembaga pemeringkat itu memperkirakan perseroan akan memiliki arus kas bebas negatif pada 2020-2021.
Dengan demikian, Moody’s memperkirakan PBRX akan bergantung kepada pendanaan eksternal mengatasi utang jatuh tempo dalam jangka pendek.
Moody’s memprediksi kinerja laba bersih cenderung datar pada 2020. Artinya, perseroan masih mampu mempertahankan kinerja di tengah pandemi Covid-19.
“Kemampuan perusahaan untuk memutar produksinya ke saluran pendapatan lain seperti produksi masker dan jumpsuits medis akan mengimbangi penurunan yang diharapkan dalam penjualan pakaian fesyen,” jelas Moody’s.