Bisnis.com, JAKARTA – Harga emas kontrak berjangka Agustus 2020 di bursa Comex tergelincir, tetapi diperkirakan akan berpeluang menguat ke level US$1.800 mendekati level terbaik sejak 2011.
Berdasarkan data Bloomberg, harga emas di bursa Comex melemah 0,15 persen ke level US$1.787,3 per troy ounce per Jumat (3/7/2020) pukul 12.59 EDT. Harga emas melemah 2,7 poin dari penutupan perdagangan sebelumnya.
Sementara itu, di pasar spot harga emas tertahan di level US$1.772,05 per troy ounce hingga perdagangan kemarin. Adapun, perdagangan pada hari Jumat ditutup untuk merayakan 4th of July.
Sementara itu, harga perak di bursa Comex terpantau melemah 0,07 persen ke level US$18,31 per troy ounce. Adapun, harga tembaga di bursa Comex melemah 1 persen ke US$272,1 per pon.
Dikutip dari mifx.com, harga emas diperdagangkan sideways dengan pergerakan dalam rentang sempit antara US$1.772—US$1.777 per troy ounce pada perdagangan kemarin.
Hal ini terjadi di tengah sentimen kekhawatiran akan lonjakan kasus Covid-19 secara global masih meningkat. Selain itu, kekhawatiran terkait hubungan dagang antara Amerika Serikat dengan China dan data tenaga kerja AS turut memengaruhi pergerakan harga emas.
Baca Juga
Sebelumnya, Ekonom Oversea-Chinese Banking Corp Singapura Howie Lee mengatakan bahwa seperti suku bunga rendah, kebijakan moneter yang dovish, serta pandemi Covid-19 adalah pendorong reli emas sejauh ini.
“Level US$1.800 per troy ounce adalah rintangan psikologis. Saat ini harga emas masih berupaya mendorong batas-batas nilai wajarnya. Penurunan tingkat obligasi AS akan mendorong emas melewati level US$1.800 per troy ounce,” ujar Howie.
Prediksi emas yang akan terus berkilau juga disampaikan oleh Goldman Sachs. Bank tersebut memprediksi emas akan mencapai level US$2.000 per troy ounce dalam 12 bulan ke depan.
Sementara itu, Analis Sumber Daya MineLife Pty Gavin Wendt mengatakan bahwa harga emas mendapatkan manfaat dari meningkatnya kekhawatiran pasar yang berkembang terkait Covid-19 yang dianggap telah diremehkan oleh banyak negara.
“Emas juga mendapatkan manfaat dari triliunan dolar stimulus yang akan digelontorkan oleh The Fed dan Pemerintah AS. Selain itu, proyeksi tingkat suku bunga acuan AS di area negatif juga menjadi pemicu. Dua sentimen ini akan mendorong emas ke rekor tertinggi,” ujar Wendt.