Bisnis.com,JAKARTA— Krisis kesehatan yang dipicu oleh penyebaran pandemi Covid-19 telah membuat laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergejolak dalam 4 bulan terakhir.
Pemerintah resmi mengumumkan kasus pertama infeksi virus corona atau Covid-19 ke Indonesia pada 2 Maret 2020. Virus yang muncul pertama kali di China pada Desember 2019 itu pun turut membuat kinerja pasar saham dalam negeri luluh lantak.
Semula, investor masih merespons dingin konfirmasi kasus positif Covid-19 yang diumumkan oleh Presiden Joko Widodo. Indeks harga saham gabungan (IHSG) hanya terkoreksi tipis 1,68 persen sesi Senin (2/3/2020).
IHSG sempat memberikan optimisme dengan rebound dua hari berturut-turut pada Selasa (3/3/2020) dan Rabu (4/3/2020). Kepanikan pelaku pasar muncul lima hari berselang.
Laju indeks amblas 6,58 persen ke level 5.136,809 pada Senin (9/3/2020). Bursa Efek Indonesia (BEI) pun merespons dengan mengeluarkan kebijakan asimetris auto rejection mulai Selasa (10/3/2020).
Dalam kebijakan itu, harga saham hanya bisa turun 10 persen dalam satu hari. Artinya, bila terjadi penurunan menyentuh 10 persen, akan terkena auto rejection bawah (ARB).
Hari berikutnya Rabu (11/3/2020), Otoritas Bursa pun memberlakukan trading halt atau penghentian sementara perdagangan apabila IHSG terkoreksi 5 persen. Sampai dengan 23 Maret 2020, setidaknya pasar modal Indonesia mengalami lima kali trading halt.
Batasan ARB pun kembali diturunkan oleh BEI. Bursa telah menerapkan ketentuan terbaru sebesar 7 persen terhitung mulai dari 13 Maret 2020. Namun, lagi-lagi kebijakan itu tidak mampu membendung kepanikan pelaku pasar.
Koreksi sebesar 4,42 persen pada 23 Maret 2020 membuat IHSG harus meninggalkan level 4.000 dan parkir di 3.989. Indeks baru bangkit tiga hari kemudian dengan menguat signifikan 10,19 persen ke level 4.338,909.
Sejak itu, IHSG bergerak fluktuatif. Sejumlah sentimen positif melecut laju indeks meski tidak jarang investor kembali dibuat cemas oleh Covid-19.
Dorongan terbesar terjadi jelang pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di sejumlah daerah. IHSG sempat mengalami reli ditambah katalis dari mulai dilakukan pelonggaran lockdown oleh sejumlah negara.
Pelonggaran PSBB dan lockdown memberi angin segar untuk pelaku pasar. Langkah itu diharapkan kembali menghidupkan mesin perekonomian yang mati dalam beberapa bulan sebelumnya.
Apalagi, pemerintah dan bank sentral di berbagai negara, tidak terkecuali Indonesia, menunjukkan dukungan total untuk mengucurkan stimulus baik fiskal maupun moneter untuk menjaga perekonomian.
Namun, belakangan laju IHSG kembali terseok-seok. Proyeksi berbagai lembaga terkait kontraksi pertumbuhan ekonomi dan kecemasan penyebaran gelombang kedua Covid-19 jadi pemicu.
Selain itu, investor juga mulai menghitung kembali realisasi kinerja emiten kuartal II/2020 yang diperkirakan akan mulai terdampak oleh penyebaran Covid-19. Angka penambahan kasus baru Corona di dalam negeri pun masih belum menunjukkan penurunan.
Dalam 4 bulan penyebaran Covid-19 di dalam negeri, IHSG tercatat turun 7,36 persen dari level 5.361,246 menjadi 4.996,78. Kapitalisasi pasar juga telah menguap dari sekitar Rp6.359 triliun pada pekan pertama Maret 2020 menjadi Rp5.769.648 triliun akhir sesi Kamis (2/7/2020).
Berdasarkan data Bloomberg, IHSG parkir di level 4.905,39 pada akhir perdagangan Selasa (30/6/2020). Indeks mengalami koreksi 22,13 persen sepanjang semester I/2020.
Kinerja itu menjadi koreksi IHSG semester I yang paling dalam sejak 2002. Di level regional, IHSG menjadi bursa dengan kinerja terburuk dari 13 bursa saham di Asia Pasifik. IHSG satu level di bawah bursa PSEi Filipina yang terkoreksi 20,57 persen secara year-to-date (ytd).
Vice President Research Artha Sekuritas Frederik Rasali menjelaskan bahwa setiap krisis selalu terjadi kejutan di pasar modal. Pasar modal Indonesia menurutnya salah satu bursa yang mendapatkan aliran dana investasi dari investor asing sejak 2015 hingga 2019.
“Dengan demikian, pada saat adanya shock seperti Covid-19 atau gejolak ekonomi global lainya, maka sensitivitas akan semakin tinggi,” ujarnya kepada Bisnis, baru-baru ini.
Frederik mengatakan sentimen dari dalam negeri juga turut menekan IHSG sepanjang semester I/2020. Salah satu katalis negatif yakni kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang bergulir sejak awal tahun.
Sementara itu, Direktur CSA Institute Aria Santoso mengatakan kinerja IHSG sangat terdampak Covid-19 sepanjang semester I/2020. Pelaku pasar menarik dana investasi ke instrumen yang lebih stabil di tengah kekhawatiran belum ditemukannya solusi atas penyebaran pandemi.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan BEI juga telah mengambil sejumlah kebijakan sejak terjadinya penyebaran pandemi Covid-19 di dalam negeri. Langkah itu harus ditempuh oleh otoritas untuk menjaga stabilitas pasar keuangan.
Selain trading halt dan perubahan batasan auto reject, OJK dan BEI juga menerapkan peniadaan perdagangan pre-opening serta pemendekan jam perdagangan di BEI. Baru-baru ini, Bursa juga memberikan potongan 50 persen biaya pencatatan awal saham serta biaya pencatatan saham tambahan mulai dari 18 Juni 2020 hingga 17 Desember 2020.
Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI) I Gede Nyoman Yetna Setya mengatakan stimulus yang diberikan oleh SRO dan OJK kepada para pemangku kepentingan pasar modal merupakan bagian dari kepedulian terhadap kondisi yang tengah dihadapi saat ini. Kebijakan diharapkan menjaga optimisme pasar terhadap stabilitas pertumbuhan pasar modal dan sektor keuangan nasional.