Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Susul BUMN Lain, Moody's Turunkan Peringkat Pelindo II

Moody’s menyematkan peringkat Baa3 kepada Pelindo II, lebih rendah dari peringkat Baa2 yang sebelumnya diberikan.
Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia II Elvyn G. Masassya memberikan sambutan pada pembukaan Rapat Kerja Nasional 2019 Pelindo II di Bogor, Jawa Barat, Senin (4/3/2019)./ANTARA-Yulius Satria Wijaya
Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia II Elvyn G. Masassya memberikan sambutan pada pembukaan Rapat Kerja Nasional 2019 Pelindo II di Bogor, Jawa Barat, Senin (4/3/2019)./ANTARA-Yulius Satria Wijaya

Bisnis.com, JAKARTA – Lembaga pemeringkat Moody’s Investor Services menurunkan peringkat PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) sebagai obligor dan peringkat surat utang perseroan yang tidak dijamin.

Moody’s menyematkan peringkat Baa3 kepada Pelindo II, lebih rendah dari peringkat Baa2 yang sebelumnya diberikan.

Di sisi lain, Moody’s menegaskan kembali peringkat ba1 untuk Baseline Credit Assessment (BCA) perseroan. Sementara itu, outlook terhadap Pelindo II tetap pada level stabil.

Spencer Ng, Analis Senior Moody’s menjelaskan penurunan peringkat Pelindo II disebabkan dukungan pemerintah terhadap perseroan yang dikhawatirkan akan berkurang.

“Rekalibrasi ini mempertimbangkan pendekatan pemerintah dalam memberikan dukungan kepada BUMN secara selektif sesuai dengan kemampuan fiskalnya,” katanya dikutip dari siaran pers, Selasa (23/6/2020).

Dia menyampaikan di tengah sikap pemerintah yang lebih selektif, Pelindo II memiliki nilai kepentingan strategis yang lebih rendah dibandingkan BUMN dengan peringkat lebih tinggi saat ini.

Namun demikian, dia menilai pemerintah tetap akan memberikan dukungan kepada perusahaan tersebut karena Pelindo II memiliki peran penting dalam sektor transportasi maritim di Indonesia. Dengan demikian, Moody’s tetap menegaskan peringkat BCA ba1 kepada perseroan.

“Penegasan kembali peringkat BCA Pelindo II merefleksikan pandangan kami terkait matriks kredit perusahaan yang masih akan berada di atas batas toleransi, meskipun akan terjadi penurunan volume perdagangan dan pendapatan pada 2020 akibat pandemi,” katanya.

Berbagai faktor lain seperti proyeksi pertumbuhan ekonomi global, penurunan harga minyak serta harga aset lain, akan memberikan tekanan kredit terhadap berbagai sektor, termasuk sektor pelabuhan.

Dia menilai sektor ini akan tertekan karena penurunan volume kargo yang diakibatkan oleh penurunan aktivitas perdagangan global dan kondisi ekonomi makro yang lemah.

Ng menjelaskan peringkat standalone credit profile (SCP) yang cukup baik juga merefleksikan posisi Pelindo II sebagai pemimpin pasar di sektor pelabuhan.

Selain itu, perseroan masih punya kemampuan untik memperbaiki pendapatan rental dari konsesi jangka panjang yang dimiliki perseroan dengan pihak ketiga. Terakhir, peringkat ini merefleksikan kondisi keuangan moderat dan likuiditas yang kuat.

Meski begitu, posisi kuat itu juga diiringi dengan rencana ekspansi perusahaan yang cukup besar. Hal itu membuat adanya risiko eksekusi dan kebutuhan pendanaan yang cukup besar.

Di sisi lain, Moody’s mengasumsikan volume perdagangan di pelabuhan milik Pelindo II akan menurun pada tahun ini akibat penyebaran virus corona. Pemulihan diperkirakan baru akan terjadi pada 2021.

Dalam pertimbangan skenario terbaiknya, Moody’s memperkirakan posisi leverage Pelindo II akan melemah ke kisaran level toleransi terendah pada tahun ini.

Rasio pendanaan dari operasi terhadap utang diperkirakan akan menurun ke level 6 persen—8 persen pada 2020. Kondisi ini diperkirakan baru akan membaik pada tahun depan.

Profil keuangan perseroan hingga 12 bulan ke depan juga akan ditentukan oleh ekspansi pendanaan perseroan untuk memenuhi kebutuhan belanja modal sekitar Rp30 triliun dalam 5 tahun ke depan.

Namun, perseroan memiliki rekam kinerja yang mencatatkan serapan anggaran lebih rendah dari target. Ng menilai, jika hal ini kembali terjadi, perseroan masih akan memiliki ruang keuangan tambahan.

Di sisi lain, perseroan dinilai memiliki posisi kas yang cukup kuat, sebanyak Rp20,8 triliun per akhir Maret 2020. Moody’s memperkirakan perseroan masih akan mendapatkan tambahan arus kas dari kegiatan operasi untuk memenuhi kebutuhan belanja modal dan pembayaran dividen pada hingga 12 bulan ke depan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper