Bisnis.com, JAKARTA – CEO sekaligus Presiden Direktur PT Kino Indonesia Tbk. (KINO) Harry Sanusi terpantau menjual sekaligus juga memborong lagi saham perseroannya usai pengumuman likuidasi anak usaha patungannya dengan Grup Malee asal Thailand.
Dikutip dari data Kustodian Sentral Efek Indonesia, Harry setidaknya menjual 5,02 juta sahamnya lalu membeli lagi 831.630 saham pada hari pengumuman likuidasi Kino Malee Indonesia dan Malee Kino (Thailand) Company Limited di laman keterbukaan informasi BEI, Rabu (17/6/2020).
Jika merujuk pada harga penutupan saham KINO pada hari tersebut yakni Rp3.450, nilai nominal saham yang dijualnya mencapai Rp17,31 miliar, dan nilai nominal saham yang belinya kembali sebesar Rp2,87 miliar pada hari tersebut.
Adapun, karena besaran saham yang dijualnya lebih banyak dibandingkan yang dibelinya, persentase kepemilikan saham atas perusahaan yang didirikannya tersebut berkurang dari 11,81 persen menjadi 11,52 persen dengan total seluruh saham yang ia miliki sebesar 164,51 juta lembar saham pada hari itu.
Tak berhenti sampai disitu, keesokan harinya, Kamis (18/6/2020), Harry kembali membeli 1,47 juta lembar saham perusahaan produsen larutan penyegar cap kaki tiga tersebut. Dengan level harga penutupan Rp3.490 pada hari tersebut, maka setidaknya, ia sudah menggelontorkan uang sebesar Rp5,13 miliar.
Hal ini membuat ia memiliki 165,98 juta lembar saham perseroan tersebut dengan persentase saham kepemilikannya bertambah menjadi 11,62 persen.
Baca Juga
Untuk diketahui, Kino memutuskan untuk melikuidasi anak usahanya dengan Grup Malee yakni PT Kino Malee Indonesia (KMI) dan Malee Kino (Thailand) Company Limited pada Senin (15/6/2020) dan diumumkan kepada BEI pada Rabu (17/6/2020) lalu.
Hingga penutupan pasar pada Jumat (21/6/2020), harga saham KINO sudah merosot 2,3 persen atau 80 poin ke level Rp3.400.
Sebelumnya, Direktur Keuangan Kino Indonesia Budi Muljono berpendapat bahwa faktor utama dari pembubaran perusahaan tersebut adalah menyangkut keterbatasan bahan baku.
Menurutnya, kualitas buah asal Thailand untuk produk minuman jus kemasan dengan jenama Malee memang lebih baik. Dengan demikian, jika bahan baku diimportasi, hal ini akan memakan biaya dan tidak tercapai efisiensi yang diinginkan perusahaan.
Ke depannya, perusahaan masih akan melakukan importasi produk Malee melalui PT Kino Malee Trading.
Budi menjelaskan bahwa pada dasarnya penjualan produk Malee di Indonesia mengalami peningkatan dalam kurun waktu kurang dari setahun berjalannya importasi operasional. Hal ini dikarenakan produk minuman Malee berada di kelas premium dengan menawarkan kandungan 100 persen jus buah asli.