Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Wall Street Berdarah, Dow Jones Jeblok Hampir 7 Persen

Pergerakan tiga indeks saham utama di bursa Wall Street Amerika Serikat berakhir turun gila-gilaan pada perdagangan Kamis (11/6/2020), di tengah keresahan investor soal prospek ekonomi.
Wall Street./Bloomberg
Wall Street./Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Pergerakan tiga indeks saham utama di bursa Wall Street Amerika Serikat berakhir turun gila-gilaan pada perdagangan Kamis (11/6/2020), di tengah keresahan investor soal prospek ekonomi.

Berdasarkan data Bloomberg, indeks S&P 500 ditutup anjlok 5,89 persen atau 188,04 poin ke level 3.002,10, sedikit mendekati ambang 7 persen yang akan memicu penghentian perdagangan. Hanya satu saham dalam index, yakni operator supermarket Kroger Co., yang menguat.

Sejalan dengan S&P, indeks Dow Jones Industrial Average terjungkal 6,90 persen atau 1.861,82 poin ke level 25.128,17 dan indeks Nasdaq Composite berakhir turun tajam 5,27 persen dan 527,62 poin ke posisi 9.492,73.

Penurunan Dow Jones Industrial Average bahkan lebih curam. Saham maskapai penerbangan, kapal pesiar dan travel yang melonjak dalam beberapa pekan terakhir kini menanggung beban penjualan. Indeks keuangan KBW Bank pun turun 9 persen dan saham produsen energi melemah bersama harga minyak.

Meski aksi jual saham sedikit banyak disebabkan profit taking pascapenguatan baru-baru ini, sentimen pasar memburuk dengan meningkatnya tanda-tanda gelombang kedua virus corona (Covid-19) di beberapa negara bagian.

Di sisi lain, klaim pengangguran AS tetap tinggi sehingga menggarisbawahi tantangan jangka panjang yang disebabkan oleh pandemi virus mematikan tersebut.

Menurut data Departemen Tenaga Kerja AS, klaim pengangguran awal mencapai 1,54 juta orang untuk pekan yang berakhir pada 6 Juni, lebih rendah dari 1,9 juta pada pekan sebelumnya.

Permohonan untuk jaminan pengangguran telah turun secara konsisten setiap pekan sejak memuncak pada akhir Maret. Namun, volume pengajuan secara mingguan masih lebih dari dua kali lipat raihan pada pekan terburuk selama periode Great Recession.

Laporan itu dirilis sehari setelah bank sentral Federal Reserve menyampaikan pandangan yang suram bagi perekonomian. Gubernur The Fed Jerome Powell mengatakan pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19 akan berlangsung lama.

Dalam pertemuan kebijakan yang berakhir Rabu (10/6) waktu setempat, The Fed memutuskan mempertahankan kisaran target bunga acuan 0 - 0,25 persen dan berkomitmen menggunakan seluruh instrumen untuk memulihkan perekonomian dari pandemi itu.

“Langkah dari bawah dalam hal penguatan telah begitu membingungkan. Selama beberapa pekan baru, kita bisa melihat beberapa kemunduran,” ujar Wakil Kepala Investasi Amerika di UBS Global Wealth Management Solita Marcelli.

“Penurunan itu sebagian besar dipengaruhi kekhawatiran tentang gelombang kedua [Covid-19], juga kita mendengar The Fed kemarin. Penilaian mereka terhadap ekonomi sedikit lebih lemah dari yang diperkirakan pasar,” terangnya, dilansir dari Bloomberg.

Seiring dengan dicabutnya pembatasan di seluruh negeri, tanda-tanda datangnya gelombang kedua telah meningkatkan kegelisahan. Lebih dari 2 juta orang di AS telah terinfeksi virus mematikan tersebut sejauh ini.

Lonjakan kasus lokal telah meningkatkan kekhawatiran di antara para ahli bahkan ketika jumlah keseluruhan kasus baru di AS naik di bawah 1 persen awal pekan ini, peningkatan terkecil sejak Maret.

“Sentimen menjadi jauh lebih hati-hati. Kita sebenarnya mulai mendapatkan data yang mengindikasikan reopening berjalan sangat baik, dan sekarang kita mulai mendengar beberapa tajuk utama bahwa mungkin reopening setidaknya akan berhenti sebentar,” tutur Manajer Strategi di TD Ameritrade Shawn Cruz.

Pada Kamis (11/6), Menteri Keuangan Steven Mnuchin mengatakan Amerika Serikat tidak bisa menutup kegiatan perekonomiannya lagi kendati ada lonjakan baru dalam kasus virus corona.

Sejalan dengan bursa AS, indeks Stoxx Europe 600 anjok 4,1 persen dan indeks MSCI Asia Pacific melemah 2,1 persen. Sementara itu, harga minyak mentah West Texas Intermediate meluncur 8,7 persen ke level US$36,17 per barel.

Sebaliknya, mata uang safe haven yen Jepang terapresiasi 0,2 persen ke level 106,88 per dolar AS dan Bloomberg Dollar Spot Index melonjak 1,2 persen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Rivki Maulana
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper