Kejanggalan Audit BPK
Dalam bagian keempat eksepsi yang dibacakan Benny Tjokro, audit milik Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menjadi sorotannya.
Dalam dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) yang mendakwa dirinya dalam kasus korupsi dengan rentang 2008—2018, dianggap janggal. Masalahnya, laporan keuangan audit Asuransi Jiwasraya pada 2018 belum keluar.
“Jadi bagaimana auditor BPK mengetahui portofolio investasi AJS [Asuransi Jiwasraya] per 31 Desember 2018?’ Benny Tjokro mempertanyakan. Selain itu, sejumlah kejanggalan lain yang dibeberkannya:
1. Laporan keuangan Asuransi Jiwasraya pada 2018 belum ada, bahkan disebutnya tidak transparan, dan sudah dikenakan sanksi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada akhir 2019. Bagaimana BPK bisa melakukan pemeriksaan investigatif sampai 2018 kalau dasar laporan perusahaan tidak ada?
2. Apakah unrealized loss bisa dianggap sebagai actual loss”? Karena sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 25/PUU-XIV/2016 yang mensyaratkan kerugian negara harus nyata dan pasti dan tidak boleh berdasarkan perkiraan saja. Unsur kerugian negara harus benar-benar terjadi atau nyata dan bukan hanya potensi.
3. Semua tabel materi di dalam surat dakwaan sampai dengan 31 Desember 2019 di mana portofolio saham masih ada dan belum cut loss, sehingga masih berupa potential loss atau belum actual loss.
4. Kenapa dalam metode perhitungan kerugian negara oleh BPK memakai total loss sehingga semua portofolio saham dan reksa dana yang ada dianggap ‘nol’. Padahal porotofolio sahamnya masih ada alias belum cut loss.
Atas hal itu, Bentjok meminta Hakim memperhatikan pembelannya itu. Selain itu, dalam perkara dengan BPK itu, dirinya sedang mengajukan gugatan perdata melawan BPK melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang saat ini dalam proses persidangan.