Bisnis.com, JAKARTA - Emiten peritel PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk. (RALS) mencatatkan pertumbuhan laba kendati pendapatannya terkoreksi pada 2019.
Berdasarkan laporan keuangan per 31 Desember 2019, RALS membukukan pendapatan Rp5,59 triliun, dengan perincian kontribusi penjualan barang beli putus Rp4,58 triliun dan komisi penjualan konsinyasi Rp1,02 triliun.
Nilai pendapatan itu menurun tipis 2,49 year on year (yoy) dari 5,74 per Desember 2019, dengan perincian kontribusi penjualan barang beli putus Rp4,8 triliun dan komisi penjualan konsinyasi Rp934,43 miliar.
Beban pokok penjualan barang beli putus pada 2019 mencapai Rp3,1 triliun, menurun dari sebelumnya Rp3,23 triliun. Alhasil, laba bruto RALS menanjak menjadi Rp2,49 triliun dari Rp2,51 triliun pada 2019.
Laba usaha RALS mencapai Rp581,55 miliar per Desember 2019, turun dari sebelumnya Rp606,95 miliar. Pasalnya, beban umum dan administrasi pada 2019 menanjak sebesar Rp1,52 triliun dari Rp1,47 triliun pada 2019.
Namun demikian, laba tahun berjalan Ramayana meningkat 10,35 persen yoy menjadi Rp647,89 miliar per Desember 2019. Tahun 2018, perusahaan membukukan laba tahun berjalan Rp587,1 miliar.
Baca Juga
Laba komprehensif tahun berjalan juga bertambah menjadi Rp643,22 miliar dari sebelumnya Rp602,03 miliar. Laba per saham pun meningkat menuju Rp96,12 dari posisi 2018 sebesar Rp87,33.
Adapun, arus kas yang diperoleh dari aktivitas operasi meningkat pada 2019 menjadi Rp1,07 triliun dari sebelumnya Rp787,15 miliar. Kas neto untuk pendanaan juga naik menuju Rp301,76 miliar dari 2018 sebesar Rp268,91 miliar.
Kas dan setara kas Ramayana pada akhir periode pun bertumbuh menjadi Rp2,21 triliun pada 2019 dari sebelumnya Rp1,95 triliun pada 2018
Sementara itu, RALS mencatatkan liabilitas sebesar Rp1,48 triliun per Desember 2019, meningkat dari posisi akhir 2018 sebesar Rp1,41 triliun. Perinciannya, liabilitas jangka pendek Rp1,13 triliun dan liabilitas jangka panjang atau liabilitas imbalan kerja karyawan Rp345,25 miliar.
Ekuitas perusahaan pada 2019 mencapai Rp4,17 triliun, naik dari akhir 2018 sebesar Rp3,82 triliun. Total aset RALS juga bertambah menjadi Rp5,65 triliun dari sebelumnya Rp5,24 triliun.
Sebelumnya, Mirae Asset Sekuritas memperkirakan pertumbuhan penjualan toko atau same store sales growth emiten ritel PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk. (RALS) melemah sepanjang tahun 2019.
Hal tersebut mengingat adanya pelambatan ekonomi di sejumlah kota-kota besar di Indonesia menjelang Pemilihan Umum Presiden dan gelombang demonstrasi yang terjadi tahun lalu.
Kendati kinerja keuangan Ramayana diperkirakan melambat pada kuartal I/2020, analis Mirae Asset Sekuritas Christine Natasya meningkatkan rekomendasi saham untuk RALS dari trading buy atau trading beli menjadi hold atau tahan.
“Kami memperkirakan pelambatan kinerja pada kuartal I/2020 telah membuat harga sahamnya bergerak sesuai (dengan valuasinya) meskipun ada risiko pandemi COVID-19 yang mungkin akan berlanjut di masa depan,” tulisnya dalam riset, Senin (13/4/2020).
Terlepas dari perlambatan ekonomi pada kuartal IV/2019, sekuritas memperkirakan kinerja keuangan Ramayana juga akan memburuk pada tahun 2020 mengingat adanya penutupan beberapa pusat perbelanjaan yang sebagian besar berada di wilayah Jabodetabek.
Meskipun Ramayana juga memiliki toko sendiri, perseroan sendiri dilaporkan menutup sementara 15 gerainya pada bulan Maret dan bahkan menutup satu tokonya di Depok dengan mayoritas karyawan diberhentikan.
Ditambah lagi, kemungkinan bahwa perseroan akan menutup beberapa toko sementara pada bulan April karena pandemi Covid-19, sejalan dengan imbauan pemerintah yakni PSBB atau Pembatasan Sosial Berskala Besar.
“Kami percaya dampak dari penutupan toko akan semakin mempengaruhi laba bersih perusahaan karena masih ada beban yang harus dikeluarkan. Saat ini RALS juga sedang berdiskusi dengan beberapa pemilik bangunan, termasuk Jakarta Intiland sebagai perusahan terafiliasi untuk bernegosiasi tentang biaya sewa,” ungkapnya.
Pendapatan perseroan juga diprediksi bertumbuh tipis pada momentum Idul Fitri tahun ini sejalan dengan perpanjangan status darurat virus corona dari 29 Februari hingga 29 Mei 2020. Di sisi lain, pemerintah juga mengeluarkan stimulus sosial sebesar Rp110 triliun untuk kebutuhan pokok.
Hal ini akan membuat daya beli konsumen untuk pembelian pakaian melemah namun meningkat untuk pembelian bahan pokok dari lini supermarketnya. Terlebih karena orang yang berbelanja di ritel Ramayana adalah masyarakat menengah ke bawah yang kemungkinan masih akan berbelanja pada musim Lebaran tahun ini.