Bisnis.com, JAKARTA - Emiten tekstil PT Indo-Rama Synthetics Tbk. mengantongi laba bersih US$41,62 juta pada 2019 atau turun 32,63 persen secara tahunan.
Indo-Rama Synthetics merupakan perusahaan afiliasi Sri Prakash Lohia. Dia berada di urutan ke-3 dari daftar 15 orang Indonesia yang masuk jajaran orang terkaya 2020 versi Forbes.
Lohia merupakan pendiri Indorama Corporation. Forbes mencatat kekayaan yang dimilikinya mencapai US$4,3 miliar.
Adapun, Indorama Holdings B.V. memegang kepemilikan saham 34,03 persen di Indo-Rama Synthetics (INDR) per 31 Februari 2020.
Dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu (22/4/2020), INDR melaporkan pendapatan US$767,74 juta pada 2019. Realisasi itu turun 8,54 persen dibandingkan dengan US$839,45 juta akhir 2018.
Dalam detail pendapatan bersih perseroan, ekspor memegang kontribusi terbesar senilai US$516,51 juta pada 2019. Namun, nilai itu menurun 5,87 persen dari US$548,71 juta periode 2018.
Pendapatan bersih dari lokal perseroan juga turun 12,94 secara tahunan. Tercatat, nilai yang dikantongi susut dari US$291,95 juta pada 2018 menjadi US$254,16 juta per akhir tahun lalu.
Sementara itu, beban pokok pendapatan perseroan tercatat menurun 5,87 persen secara tahunan. Jumlah yang dikeluarkan turun menjadi US$723,40 juta per 31 Desember 2019.
Dari situ, perseroan mengantongi laba bersih US$41,62 juta pada 2019. Pencapaian itu turun 32,63 persen dari US$61,78 juta tahun sebelumnya.
Pada 31 Desember 2019, INDR tercatat memiliki total aset US$753,55 juta. Posisi itu terdiri atas ekuitas US$371,42 juta dan liabilitas US$382,12 juta.
Seperti diketahui, INDR didirikan pada 1975 dan memulai kegiatan produksi pada 1976 di sebuah pabrik pemintalan kapas di Purwakarta, Jawa Barat. Perseroan memperluas bisnis benang pintal dan mendiversifikasi lini produksi ke benang seperti polyester filament, polyester staple fiber, PET Resin, dan polyester chip.
INDR menganggarkan belanja modal US$44 juta pada 2019. Alokasi itu digunakan untuk menambah kapasitas produksi benang pintal dalam pabrik di Turki dan US$30 juta untuk penambahan kapasitas produksi benang polyester dan benang pintal untuk pabrik-pabrik di Purwakarta.