Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PT Timah (TINS) Diprediksi Semakin Sulit Mendulang Cuan, Ini Alasannya

Harga timah dunia yang belum bangkit ditambah dengan proyeksi penurunan permintaan disebut menjadi ganjalan bagi PT Timah dalam memperbaiki kinerja pada tahun ini.
Angkutan umum roda tiga menunggu calon penumpang di depan kantor PT Timah Tbk di Jakarta, Rabu (2/1/2018)./Bisnis-Dedi Gunawan
Angkutan umum roda tiga menunggu calon penumpang di depan kantor PT Timah Tbk di Jakarta, Rabu (2/1/2018)./Bisnis-Dedi Gunawan

Bisnis.com, JAKARTA - Kinerja emiten logam berpelat merah PT Timah Tbk. diprediksi semakin tertatih-tatih dan kembali akan sulit mencatatkan laba pada tahun ini. Kinerja jeblok dan utang yang menumpuk menjadi dua faktor PT Timah sulit meraih cuan tahun ini.

Analis OSO Sekuritas Sukarno Alatas mengatakan bahwa emiten berkode saham TINS itu mungkin akan kembali membukukan kinerja keuangan yang mengecewakan pada tahun ini. Tahun lalu, TINS menderita kerugian Rp611,28 miliar.

“Prospek kinerja TINS tahun ini sepertinya bisa jauh lebih buruk dibandingkan dengan tahun 2019, karena tren harga komoditas timah global juga sedang turun akibat diperparah sentimen penyebaran Covid-19 ini,” ujar Sukarno kepada Bisnis, Rabu (15/4/2020).

Berdasarkan data Bloomberg, harga timah di bursa London parkir di level US$15.457 per ton, terapresiasi 3,34 persen pada penutupan perdagangan Selasa (14/4/2020). Sepanjang tahun berjalan 2020, harga telah terkoreksi hingga 9,85 persen.

Harga timah global diprediksi masih berada di jalur bearish seiring dengan penurunan permintaan didorong ekonomi yang melemah akibat sentimen penyebaran sentimen Covid-19.

Senada, Kepala Riset Praus Capital Alfred Nainggolan mengatakan bahwa jika berkaca pada kinerja keuangannya tahun lalu, perseroan akan semakin sulit mencari laba dan rugi bersih pun bisa semakin membengkak.

Padahal, dengan kenaikan pendapatan 2019 yang cukup impresif yaitu naik 75,2 persen menjadi Rp19,3 triliun dibandingkan dengan perolehan tahun sebelumnya sebesar Rp11,01 triliun, TINS seharusnya dapat membukukan bottom line yang juga impresif.

Namun, beban pokok penjualan ikut naik 82,7 persen menjadi Rp18,16 triliun dibandingkan dengan Rp9,94 triliun pada 2018. Dari beban pokok penjualan tersebut, terdapat beban yang naik signifikan yaitu jasa pihak ketiga naik 533 persen dari Rp435,4 miliar pada 2018, menjadi RP2,7 triliun.

Belum lagi dengan kondisi utang jangka pendek perseroan per 31 Desember 2019 sebesar Rp11,95 triliun, yang jauh lebih besar dibandingkan dengan utang jangka panjang, yaitu sebesar Rp3,14 triliun.

“Kalau berkaca dari struktur keuangan 2019, kinerja akan semakin berat. Di tengah beban keuangan yang meningkat juga jadi koreksi laba bisa semakin besar apalagi kalau volume penjualan akan terganggu dengan adanya Covid-19, volume penjualan yang impresif tahun lalu aja kinerja berubah negatif,” ujar Alfred saat dihubungi Bisnis, Rabu (15/4/2020).

Alfred pun menjelaskan TINS memiliki pekerjaan rumah yang besar, yaitu memperbesar pendanaan jangka panjang agar struktur keuangan menjadi lebih sehat salah satunya dengan ekuitas dan juga memindahkan utang jangka pendek itu ke liabilitas jangka panjang.

Namun, dengan kondisi penyebaran Covid-19 saat ini, tidak hanya korporasi saja yang berusaha mencari likuiditas lebih banyak, bahkan banyak negara juga yang mencari lebih banyak likuiditas sehingga langkah itu akan menjadi tantangan yang besar bagi TINS.

Di sisi lain, Alfred pun menilai TINS menjadi saham yang paling tidak menarik dibandingkan dengan saham BUMN tambang lainnya, yaitu PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dan PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM). Kinerja sahamnya pun mungkin juga akan terkoreksi imbas hasil kinerja 2019 yang mengecewakan.

Sementara itu, Sukarno menjelaskan tekanan jual saham TINS  akan kembali meningkat sehingga harga akan kembali turun. Jika nantinya harga breakdown trendline support, lanjut dia, kenaikan dari beberapa minggu kemarin hanya sesaat atau teknikal rebound jadi belum sempurna untuk menjadi transisi bullish.

“Jika benar-benar breakdown support harga penurunan di Rp328 per saham,” ujar Sukarno.

Adapun, pada perdagangan Rabu (15/4/2020) TINS parkir di level  Rp515 per saham, terkoreksi 3,74 persen atau 20 poin. Sepanjang tahun berjalan 2020, TINS telah terkoreksi 37,58 persen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Finna U. Ulfah
Editor : Rivki Maulana
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper