Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Langgar Ketentuan Pinjaman, Sinyal Kinerja TINS Tak Lagi Prima?

Pada 2019, pinjaman bank jangka pendek PT Timah naik 89 persen menjadi Rp8,79 triliun.
Angkutan umum roda tiga menunggu calon penumpang di depan kantor PT Timah Tbk di Jakarta, Rabu (2/1/2018)./Bisnis-Dedi Gunawan
Angkutan umum roda tiga menunggu calon penumpang di depan kantor PT Timah Tbk di Jakarta, Rabu (2/1/2018)./Bisnis-Dedi Gunawan

Bisnis.com, JAKARTA - Emiten tambang logam berpelat merah, PT Timah Tbk., dan entitas anak usahanya telah melanggar beberapa ketentuan perjanjian pinjaman dengan beberapa kreditur pada 2019. Tak ayal ini menjadi indikasi  kinerja keuangan PT Timah tidak begitu sehat.

Mengutip publikasi laporan keuangan perseroan yang dirilis pada Rabu (15/4/2020), perseroan bersama dengan entitas anak usahanya menjelaskan telah melanggar beberapa ketentuan perjanjian pinjaman dengan kreditur terkait dengan batasan rasio keuangan yang dipersyaratkan.

Untuk diketahui, pada 2019 total pinjaman bank dari perseroan tercatat membengkak. Pinjaman bank jangka pendek naik menjadi sebesar Rp8,79 triliun, naik signifikan 89,2 persen dan pinjaman bank jangka panjang sebesar Rp76,67 miliar.

Dari pinjaman tersebut, setidaknya terdapat 8 pinjaman dengan ketentuan batasan rasio keuangan yang dilanggar perseroan, yaitu pinjaman dari BTPN, Bank MUFG, dua pinjaman dari Bank Mandiri, BCA, Bank DBS, Bank Permata, PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI).

“Perusahaan dan entitas anak telah menerima pembebasan formal dari persyaratan mengenai rasio keuangan yang dilanggar pada 31 Desember 2019 dari semua kreditur, terkecuali surat pembebasan dari SMI,” tulis manajemen PT Timah dalam laporan keuangannya, dikutip Rabu (15/4/2020).

Adapun, saldo pinjaman perseroan terhadap SMI, melalui entitas anak usahanya PT Rumah Sakit Bakti Timah (RSBT), sebesar Rp65,68 miliar dengan ketentuan yang dilanggar debt service coverage ratio dan debt to EBITDA ratio.

Di sisi lain, dengan pelanggaran ketentuan tersebut, posisi keuangan perseroan per 31 Desember 2019 yang mengalami kerugian bersih sebesar RP611,28 miliar dan arus kas operasi negatif sebesar Rp2,08 triliun. Hal itu menimbulkan keraguan signifikan atas kemampuan perseroan untuk mempertahankan kelangsungan usahanya.

Apalagi, perseroan mengaku masih bergantung pada dukungan dari kreditur untuk perpanjangan fasilitas pinjaman yang ada dan kreditur baru untuk penerimaan fasilitas pinjaman baru.

TINS berencana akan melakukan beberapa strategi untuk mengelola kondisi tersebut, seperti efisiensi biaya dan beban operasional dengan menurunkan volume produksi bijih, menurunkan biaya produksi per unit, dan mengupayakan skema kinerja sama dengan mitra yang lebih menguntungkan.

Selain itu, perseroan juga akan mengubah strategi penjualan, selektif terhadap cadangan yang berkadar tinggi dan cadangan utama, efisiensi dan prioritas anggaran belanja modal yang secara langsung terkait pada produksi, percepatan restitusi pajak, penundaan proyek pengembangan bisnis, dan penundaan investasi pada anak perusahaan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Finna U. Ulfah
Editor : Rivki Maulana
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper