Bisnis.com, JAKARTA - Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan masih dibayangi koreksi pada pekan depan. Tekanan aksi jual diperkirakan masih akan berlanjut sembari investor mengamati imbas penerapan pembatasan sosial berskala besar serta kinerja emiten kuartal I/2020.
Memasuki pekan kedua April 2020, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali bergerak berflukutasi setelah berada dalam tren bullish minggu sebelumnya. Pada sesi terakhir pekan ini, Kamis (9/4/2020), indeks tersungkur 0,48 persen atau 22,384 poin ke level 4.649,079.
Berdasarkan data yang dihimpun Bisnis.com, IHSG bergerak fluktuatif sepanjang pekan ini. Laju indeks cukup menimbulkan optimisme ketika mampu menguat 4,75 persen, Senin (6/4/2020), meski investor asing mencetak net sell atau jual bersih senilai Rp489,73 miliar.
Namun, IHSG tidak mampu bertahan di zona hijau pada sesi, Selasa (7/4/2020), karena harus tersungkur 0,69 persen. Nilai net sell investor asing pun membesar ke level Rp528,06 miliar.
Koreksi lebih dalam terjadi pada perdagangan, Rabu (8/4/2020), saat IHSG harus kembali mengalami tekanan jual investor asing. Indeks pun tersungkus 3,18 persen dengan total nilai transaksi di pasar reguler, tunai, dan negosiasi terendah pada pekan ini senilai Rp6,12 triliun.
Analis Senior CSA Research Institute Reza Priyambada mengatakan pasar cenderung bergerak fluktuatif pada pekan ini. Menurutnya, para pelaku pasar masih mencemaskan penyebaran COVID-19.
Baca Juga
Reza memprediksi tekanan aksi jual masih akan terjadi pada pekan depan. Fluktuasi IHSG menurutnya masih tidak jauh berbeda dari pergerakan minggu ini.
“Pasar masih dalam kondisi bearish tetapi ketika ada berita positif menjadi alasan pasar untuk melakukan pembelian. Tetapi, ketika ada kenaikan pasar, tidak bertahan lama,” jelasnya kepada Bisnis.com, Kamis (9/4/2020).
Dia memperkirakan sentimen pemberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) mulai Jumat (10/4/2020) di Jakarta masih akan menjadi pertimbangan pasar. Artinya, para investor masih akan melihat imbas pemberlakukan kebijakan itu apakah akan mampu semakin menekan penyebaran COVID-19 dan berdampak terhadap terhentinya aktivitas perekonomian.
Di lain pihak, Head of Capital Market Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengatakan IHSG masih bisa terkoreksi pada pekan depan. Menurutnya, indeks akan bergerak dengan level support 4.400 dan resistance 4.700.
“Pemberlakuan PSBB dan juga penghentian banyak aktivitas ekonomi jelas berpengaruh kepada proyeksi pendapatan emiten. Sudah sewajarnya akan ada koreksi lanjutan mengingat dampak COVID-19 terus bertambah dan dipandang belum mencapai puncaknya,” tuturnya.
Di sisi lain, Wawan melihat tekanan jual terhadap rupiah mulai mereda pada pekan ini. Pergerakan nilai tukar rupiah menurutnya menguat dalam sepekan terakhir.
“Diharapkan bisa bertahan menuju Rp15.000 [per dolar Amerika Serikat] dan bila betul terjadi akan menjadi katalis positif untuk IHSG. Di samping itu, pembagian dividen dan juga laporan keuangan kuartal I/2020 akan menjadi katalis berikutnya,” jelasnya.
Sementara itu, Head of Equity Trading MNC Sekuritas Medan Frankie Wijoyo Prasetio memprediksi IHSG masih akan memiliki volatilitas yang besar. Pihaknya memperkirakan laju indeks masih dalam kecenderungan koreksi.
Frankie menyebut faktor yang akan menentukan laju IHSG pekan depan yakni penyebaran COVID-19 dan imbasnya terhadap bisnis. Dari fundamental yang ada, kondisi bisnis riil saat ini belum dapat dikatakan stabil.
“Meskipun mendapatkan stimulus keringanan kredit, tetapi jika COVID-19 ini berlangsung lebih lama dari ekspektasi, maka banyak bisnis yang akan mengalami kesulitan cashflow yang pada ujungnya bisa menyebabkan meningkatnya pengangguran,” ujarnya.
Saat ini, lanjut dia, sudah terlihat penurunan infeks COVID-19 di Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Sentimen itu menjadi katalis positif yang mengangkat bursa global.
Para pelaku pasar menurutnya masih akan mencermati penyebaran COVID-19 di Indonesia. Salah satu poin terpenting yang menjadi perhatian yakni durasi pandemi dan imbasnya terhadap perekonomian.
Selain faktor COVID-19, Frankie menyebut kesepakatan pengurangan produksi minyak juga akan menentukan laju IHSG pekan depan. Pernyataan Rusia yang akan melakukan pemangkasan produksi telah mengangkat harga minyak dunia saat ini.
Dia juga optimistis dengan pernyataan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo yang memproyeksikan rupiah dapat menguat ke level Rp15.000 per dolar AS pada akhir tahun. Hal itu sejalan dengan kebijakan money printing Negeri Paman Sam yang memiliki efek deflasi terhadap dolar AS.
Kendati demikian, Frankie mengatakan saat ini dolar AS menguat karena investor dan institusi tengah memburu asset safe haven. Akibatnya, banyak yang keluar dari emerging market, termasuk Indonesia, untuk dikonversi menjadi dolar AS dan membeli obligasi AS.
Namun, kondisi itu diperkirakan tidak bersifat jangka panjang. Investor institusi akan kembali mencari return tinggi yang didapat dari emerging market ketika penyebaran pandemik COVID-19 menemukan titik terang.
“Hal tersebut akan menyebabkan terjadinya capital inflow ke Indonesia yang artinya dolar AS akan dikonversi kembali ke rupiah untuk dibelikan obligasi maupun saham-saham di Indonesia. Pada saat itu terjadi, rupiah bisa menjadi kuat dan berada di level Rp15.000 per dolar AS kembali,” imbuhnya.
Pergerakan IHSG Sepekan 6 April 2020—9 April 2020
IHSG Perubahan (%) Total Transaksi Saham Net Sell Asing (Rp Miliar)
6/4 4,75 Rp7,51 triliun -489,73
7/4 -0,69 Rp9,59 triliun -528,06
8/4 -3,18 Rp6,12 triliun -328,87
9/4 0.48 Rp6,72 triliun -514,17
Sumber: Bursa Efek Indonesia