Bisnis.com, JAKARTA – Penerbitan pandemic bond dengan tenor tinggi dinilai merupakan strategi pemerintah untuk mengatur pembayaran utang agar tidak membebani anggaran di masa depan.
Dilansir dari Bloomberg pada Selasa (7/4/2020), surat utang senior tanpa jaminan ini akan diterbitkan dengan denominasi dolar Amerika Serikat (AS) dan tingkat kupon yang tetap. Dalam emisi tahap pertama, pandemic bond Indonesia akan terdiri atas tiga tranche.
Pertama, senilai US$1,65 miliar bertenor 10,5 tahun atau jatuh tempo 15 Oktober 2030 dengan yield atau imbal hasil 3,90 persen.
Kedua, senilai US$1,65 miliar bertenor 30,5 tahun atau jatuh tempo 17 Oktober 2050 dengan yield atau imbal hasil 4,25 persen.
Ketiga, senilai US$1 miliar bertenor 50 tahun atau jatuh tempo 15 April 2070 dengan yield atau imbal hasil 4,50 persen.
Terkait hal tersebut, Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Ramdhan Ario Maruto mengatakan, penerbitan pandemic bond dengan masa jatuh tempo menengah dan panjang merupakan upaya pemerintah memperpanjang nafas anggaran negara.
Baca Juga
Ia mengatakan, penetapan tenor jangka panjang dilakukan agar pembayaran utang dapat dilakukan seefektif mungkin tanpa membebani APBN di masa depan. Pasalnya, pemerintah juga telah merencanakan pembiyaan utang lebih dari Rp389 triliun pada tahun ini.
“Pengelolaan utang untuk tahun ini saja tidak sedikit, hal ini juga ditambah dengan pembiayaan untuk penanggulangan pandemi ini sebesar Rp405 triliun yang berasal dari penerbitan obligasi ini,” jelasnya saat dihubungi, Selasa (7/4/2020).
Selain itu, Ramdhan menuturkan langkah pemerintah menerbitkan pandemic bond dengan denominasi dollar AS menandakan mereka akan meenyasar investor global untuk membantu negara mengatasi pandemi ini. Hal tersebut dinilai dapat menarik minat para investor dengan 'menjual' nilai kemanusiaan dari penerbitan pandemic bond.
Ia melanjutkan, tingkat kupon yang ditawarkan pemerintah juga terbilang sesuai dengan kondisi pasar saat ini. Hal ini akan menjadi nilai tambah dan kian menarik bagi calon investor yang hendak membeli obligasi ini.
Hal senada juga diungkapkan Head of Economics Research Pefindo Fikri C. Permana. Menurutnya, tingkat imbal hasil yang ditawarkan pemerintah masih cukup kompetitif. Keputusan ini dinilai kian baik apabila melihat sifat dovish berbagai bank sentral yang disertai dengan kebijakan moneter yang semakin longgar.
“Selain itu, negara-negara lain juga mengeluarkan kebijakan fiskal yang akan mendorong adanya stimulus. Kedua hal tersebut akan menurunkan imbal hasil sovereign bond global,” jelasnya.
Selanjutnya, Fikri juga menilai keputusan pemerintah menetapkan tenor panjang untuk pandemic bond sangat tepat. Menurutnya, dengan pemulihan ekonomi yang akan membutuhkan waktu cukup lama, pemerintah akan memerlukan waktu untuk membayar utang-utangnya.
Tenor menengah – panjang yang ditetapkan pemerintah, katanya, akan memberikan relaksasi bagi cashflow APBN hingga waktu jatuh tempo.
“Apalagi, penerimaan negara melalui pajak juga akan terhambat pada tahun ini. Pemerintah juga akan memerlukan waktu untuk recover dan mengumpulkan dana dengan optimal,” ujarnya.