Bisnis.com, JAKARTA – Emiten transportasi PT Weha Transportasi Indonesia berhasil mencatat kenaikan laba bersih hampir tiga kali lipat sepanjang 2019.
Berdasarkan publikasi laporan keuangan perseroan, Senin (6/4/2020), emiten bersandi saham WEHA tersebut meraih laba bersih sebanyak Rp3,89 miliar, tumbuh 281,37 persen dibandingkan dengan 2018 senilai Rp1,02 miliar.Kenaikan laba bersih juga turut mendongkrak laba per saham dari Rp1 per saham pada 2018 menjadi Rp4 per saham pada 2019.
Lonjakan laba bersih terjadi seiring dengan berkurangnya liabilitas WEHA baik secara jangka pendek maupun jangka panjang. Total liabilitas jangka pendek WEHA pada 2019 berada di angka Rp39,95 miliar, lebih rendah dibandingkan tahun 2018 senilai Rp56,39 miliar.
WEHA berhasil mengurangi liabilitas jangka pendek dengan membayarkan sebagian besar utang pihak ketiga untuk pembelian aset tetap sebesar Rp9,15 miliar. Sehingga, jumlah utang kategori ini tinggal Rp73 juta.
Sementara itu, total liabilitas jangka panjang pada 2019 adalah sebesar Rp77,79 miliar , atau turun 36,27 persen dari total pada 2018 sebesar Rp122,08 miliar. Salah satu kontributor penurunan liabilitas adalah pembayaran pinjaman untuk pembelian aset tetap dari sejumlah pihak ketiga, diantaranya adalah PT Mandiri Tunas Finance yang berkurang 40 persen dari Rp31,25 miliar menjadi Rp18,57 miliar.
Secara keseluruhan, total liabilitas WEHA adalah senilai Rp117,73 miliar, atau turun 34 persen dari tahun 2018 sebesar Rp178,48 miliar.
Selain itu, WEHA juga menikmati kenaikan penerimaan dari sektor jasa angkutan penumpang sebesar 9,5 persen dari Rp88,55 miliar pada 2018 menjadi Rp96,97 miliar pada 2019.
Adapun kas neto yang digunakan untuk aktivitas investasi atau capital expenditure (capex) mengalami penurunan signifikan dari Rp14,44 miliar pada 2018 menjadi senilai Rp2,27 miliar pada 2019.
Di sisi lain, penjualan bersih WEHA mengalami penurunan pada 2019, yaitu sebesar Rp146,17 miliar. Jumlah ini menurun 8,55 persen bila dibandingkan dengan pendapatan pada 2018 sebesar Rp159,84 miliar.
Penurunan ini terjadi karena terkontraksinya penerimaan dari jasa angkutan antar kota pada 2019 sebesar Rp41.1 miliar pada 2019. Perolehan ini turun 36 persen bila dibandingkan catatan pada 2018 senilai Rp64,31 miliar.