Bisnis.com, JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 1 persen pada akhir perdagangan sesi I hari ini, Jumat (3/4/2020).
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG terpantau menguat 1,02 persen atau 46,11 poin ke level 4.577,79 pada akhir perdagangan sesiI hari ini.
Sepanjang perdagangan, IHSG bergerak dalam kisaran 4.531,81-4.594,55.
Indeks mengawali perdagangan hari ini dengan penguatan menguat 1,16 persen atau 52,74 poin ke level 4.584,42 pada pukul 09.01 WIB.
Adapun pada perdagangan Kamis (2/4), IHSG berhasil parkir di level Rp4,531,68 setelah menguat 65,64 poin atau 1,47 persen.
Tujuh dari 10 sektor dalam IHSG menguat, dipimpin oleh sektor industri dasar yang naik 7,06 persen, disusul sektor infrastruktur yang naik 2,31 persen. Tiga sektor lainnya melemah, dipimpin oleh sektor barang konsumsi yang melemah 0,84 persen.
Baca Juga
Hingga akhir sesi I, tercatat 242 saham menguat, 130 saham melemah 314 saham lainnya stagnan.
Saham PT Repower Asia Indonesia Tbk (REAL) mencatat penguatan terbesar pagi ini dengan lonjakan hingga 32,79 persen, disusul saham PT Smartfren Telecom Tbk (FREN) yang melonjak 17,74 persen.
IHSG menguat di saat bursa saham Asia bergerak melemah karena para pelaku pasar mempertimbangkan data wabah virus corona (COVID-19) yang suram.
Berdasarkan data Bloomberg, indeks Topix dan Nikkei 225 Jepang terpantau melemah 0,64 persen dan 0,48 persen masing-masing. Sementara itu, indeks Kospi Korea Selatan melemah 0,76 persen.
Di China, indeks Shanghai Composite dan CSI 300 melemah masing-masing 0,33 persen dan 0,22 persen, sedangkan indeks Hang Seng di Hong Kong melemah 0,6 persen.
Investor terus tertekan oleh kekhawatiran penyebaran virus corona setelah jumlah infeksi di seluruh dunia menembus 1 juta kasus, hanya dalam empat bulan setelah kasus pertama ditemukan di Wuhan, China.
Dengan lockdown yang diberlakukan di banyak negara diperkirakan berlangsung lebih lama, kegiatan ekonomi menjadi korbannya. Hampir 10 juta warga di AS kehilangan pekerjaan dalam dua pekan terakhir, lebih banyak dari jumlah tenaga kerja yang hilang selama resesi tahun 2008 silam.
"Tidak akan ada pemulihan nyata di pasar sampai jumlah infeksi (virus corona) dan kematian mencapai puncaknya," ungkap Stephen Dover dari Franklin Templeton, seperti dikutip Bloomberg.
"Pasar akan terus mengalami volatilitas yang sangat tinggi ketidakpastian ini dapat dilewati,” lanjutnya.