Bisnis.com, JAKARTA – Rencana penerbitan obligasi negara jenis baru berupa pandemic bond dinilai sebagai kebijakan yang tepat untuk mengumpulkan dana penanggulangan pandemi virus corona.
Untuk menarik minat investor terhadap surat utang ini, pemerintah perlu memberikan sejumlah insentif kepada calon pembeli.
Head of Economics Research Pefindo Fikri C. Permana mengatakan, penerbitan pandemic bond dapat memberikan likuiditas tambahan pada pasar obligasi.
Suntikan likuditas ini amat dibutuhkan karena rencana pemerintah yang akan melakukan pelebaran defisit APBN 2020 untuk mengatasi penyebaran virus Corona.
“Dana ini juga dibutuhkan karena ada peristiwa tidak terduga yang terjadi sehingga pemerintah perlu mencari sumber lain,” katanya saat dihubungi pada Rabu (1/4/2020) di Jakarta.
Fikri mengatakan, kebijakan emisi pandemic bond merupakan langkah yangtepat. Pasalnya, penerbitan ini akan menggerakkan para pelaku pasar dan investor untuk turut terlibat dalam upaya pemulihan negara dari wabah virus Corona.
Baca Juga
“Jadi akan membangkitkan rasa nasionalisme dalam diri masyarakat juga untuk ikut serta membantu membangun kembali Indonesia,” tambahnya.
Dia menambahkan, untuk membuat penerbitan obligasi ini semakin atraktif, pemerintah perlu menyiapkan pemanis yang tepat kepada para calon investor. Salah satu insentif yang dapat diberikan adalah pembebasan PPN kepada investor.
Pemanis lain yang dapat menjadi pilihan adalah menghitung pembelian obligasi ini sebagai Giro Wajib Minimum, khusus untuk investor perbankan. Hal tersebut juga dapat membantu meringankan beban industri keuangan yang saat ini sedang tinggi.
Hal senada juga diungkpkan Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Ramdhan Ario Maruto. Menurutnya, kemungkinan besar pandemic bond bakal dilengkapi dengan sejumlah insentif atau kemudahan lainnya sebagai pemanis untuk sektor swasta agar turut membeli.
Ramdhan menyarankan, masa jatuh tempo ideal jenis surat utang ini sebaiknya berjangka pendek atau menengah serta jenis SBN yang tak dapat diperjualbelikan kembali.
Pasalnya, dana yang dibutuhkan digunakan pembiayaan jangka pendek dan karena faktor force majeur, sehingga SBN ini dinilai kurang relevan jika masih beredar di pasar dalam beberapa tahun ke depan.
“Sepertinya tenor 3 tahun hingga 5 tahun akan bagus. Selain itu, tingkat imbal hasil (yield) juga bisa sedikit dibawah nilai pasar karena ada kemungkinan Bank Indonesia (BI) dapat masuk pada pasar lelang, kemungkinan di kisaran 7,5 persen hingga 8 persen dengan asumsi yield SBN Indonesia tenor 10 tahun sudah menyentuh angka 8 persen,” jelasnya.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan akan menerbitkan surat utang khusus bencana Covid-19, Pandemic Bonds. Menteri Keuangan Sri Mulyani menuturkan surat utang ini memiliki klausul khusus, yakni pembiayaan melalui Bank Indonesia di mana pembelian langsung dimungkinkan.
"Tetapi nanti Kemenkeu dan BI akan atur secara hati hati agar tidak dipersepsikan negara memenuhi pembiayaan dari BI," tegas Sri Mulyani, Rabu (1/4/2020).
Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi apabila pasar volatile dan harga tidak rasional. Aturan soal Pandemic Bonds akan dimasukkan ke dalam Perppu.
Pandemic Bonds merupakan SBN berdenominasi rupiah yang dibeli oleh Bank Indonesia (BI) atau swasta yang mampu. Dana yang terkumpul akan disalurkan kepada dunia usaha dalam bentuk kredit khusus yang disebut akan dibuat seringan mungkin.