Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Volatilitas Masih Bayangi Pasar, Wall Street Hentikan Reli

Pada awal perdagangan, indeks Dow Jones Industrial Average melemah 3,3 persen atau 743,60 poin ke level 21.808,57. Sementara itu, indeks S&P 500 melemah 2,85 persen atau 74,69 poin ke level 2.555,11 dan indeks Nasdaq Composite turun 2,72 persen ke level 7.585,16.
Marka jalan di dekat New York Stock Exchange (NYSE) di Manhattan, New York City/REUTERS/Andrew Kelly
Marka jalan di dekat New York Stock Exchange (NYSE) di Manhattan, New York City/REUTERS/Andrew Kelly

Bisnis.com, JAKARTA – Reli tercepat bursa saham Amerika Serikat dalam sembilan dekade terakhir terhenti pada awal perdagangan hari ini, Jumat (27/3/2020) karena volatilitas terus membayangi pasar finansial.

Pada awal perdagangan, indeks Dow Jones Industrial Average melemah 3,3 persen atau 743,60 poin ke level 21.808,57. Sementara itu, indeks S&P 500 melemah 2,85 persen atau 74,69 poin ke level 2.555,11 dan indeks Nasdaq Composite turun 2,72 persen ke level 7.585,16.

Meskipun masih turun 25 persen dari level tertinggi yang dicapai pada Februari 2020, indeks S&P masih berada pada jalur untuk mencatat pekan terbaiknya dalam 11 tahun terakhir.

Sementara itu, CBOE Volatility Index, yang merepresentasikan ekspektasi pasar terhadap fluktuasi dalam 30 hari ke depan, berada pada level di atas 60.

Investor telah kembali ke pasar saham menyusul spekulasi paket bantuan fiskal senilai dari pemerintah AS senilai US$2 triliun untuk menanggulangi dampak virus corona terhadap perekonomian, namun sebagian pihak khawatir bahwa reli yang terjadi hanya merupakan rebound semu.

Sudah jelas bahwa virus corona atau Covid-19 telah menghentikan kegiatan ekonomi, dengan klaim pengangguran baru melonjak di atas 3 juta karena sebagian besar wilayah di AS mengalami lockdown untuk memperlambat penyebaran virus.

"Kegembiraan pasar muncul karena paket stimulus ini, tetapi kita tidak bisa melupakan fakta bahwa kita belum selesai," kata Kevin Caron, manajer portofolio Washington Crossing, seperti dikutip Bloomberg.

"Data ekonomi akan terlihat sangat buruk beberapa bulan ke depan," ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper