Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dolar AS Unggul Perang Safe Haven, Harga Emas Merosot

Banyak investor memilih tempat berlindung yang ditawarkan oleh mata uang cadangan dunia ketimbang perlindungan langsung dalam logam mulia.
Emas lantakan./ Stefan Wermuth - Bloomberg
Emas lantakan./ Stefan Wermuth - Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Harga emas bergerak menuju level penutupan terendahnya dalam tiga bulan pada perdagangan hari ini, Kamis (19/3/2020), terbebani lonjakan dolar AS di tengah kekhawatiran seputar resesi global akibat pandemi virus corona (Covid-19).

Berdasarkan data Bloomberg, harga emas di pasar spot merosot 1,5 persen ke level US$1.464,30 per troy ounce dan diperdagangkan di posisi 1.471,08 pada pukul 5.56 pagi waktu London, setelah sempat melonjak 1 persen.

Adapun sepanjang tahun ini, harga emas telah turun sekitar 3 persen, bursa saham global terbenam hampir 30 persen, dan harga minyak mentah terperosok 60 persen.

Harga emas melemah untuk ketujuh kalinya dalam delapan sesi perdagangan setelah sempat terdongkrak oleh paket langkah-langkah stimulus dari Bank Sentral Eropa (ECB).

Pada Rabu (18/3/2020), para pembuat kebijakan di kawasan tersebut meluncurkan program pembelian obligasi darurat tambahan senilai 750 miliar euro (US$820 miliar) guna meredam perekonomian seiring dengan terus bertambahnya jumlah kasus infeksi corona.

Eropa kini menjadi ‘titik panas’ terbaru penyebaran virus corona jenis baru atau Covid-19 setelah jumlah kasus yang dikonfirmasi serta kematian melampaui jumlah di China.

Pasar finansial pada umumnya telah merosot dalam beberapa pekan terakhir, dan emas terseret penurunan ini karena investor menjual logam mulia tersebut untuk menutupi koreksi di aset lain.

Banyak investor memilih tempat berlindung yang ditawarkan oleh mata uang cadangan dunia ketimbang perlindungan langsung dalam logam mulia.

Indeks CBOE Gold ETF Volatility, ukuran ekspektasi untuk perubahan harga, pun berada di level tertingginya sejak 2008.

Sementara itu, pemangkasan darurat suku bunga oleh bank sentral AS Federal Reserve baru-baru ini mendekati level nol berikut langkah-langkah lain yang dilancarkan sejauh ini gagal membendung tekanan pasar karena krisis menunjukkan sedikit tanda memuncak dalam waktu dekat.

“Meski langkah-langkah stimulus/penurunan suku bunga - termasuk program pembelian obligasi darurat ECB - biasanya positif untuk emas, kami pikir setiap bentuk sentimen dukungan akan bersifat sementara,” ujar Vivek Dhar, seorang analis di Commonwealth Bank of Australia.

“Ada preferensi yang jelas untuk dolar AS ketimbang emas karena risiko pasar global meningkat, dan itu akan menekan harga emas lebih rendah dalam waktu dekat,” tambahnya, seperti dilansir Bloomberg.

Bloomberg Dollar Spot Index melonjak ke level tertingginya sepanjang masa ketika aksi jual di sebagian besar aset seperti saham dan komoditas meningkat.

Aksi buru mata uang AS ini semakin meningkat terlepas dari setiap upaya yang dilancarkan oleh The Fed dan bank sentral negara lain untuk menyediakan likuiditas melalui swap, repurchase operations, dan penurunan suku bunga.

“Kami memperkirakan pasar finansial akan tetap berada dalam mode penghindaran risiko (risk-off) dalam beberapa pekan dan bulan mendatang, yang akan menghasilkan lebih banyak penguatan dolar dan penurunan harga emas,” terang ahli strategi ABN Amro Bank NV Georgette Boele dalam sebuah catatan.

ABN Amro Bank pun memangkas proyeksinya untuk harga emas kuartal II/2020 menjadi US$1.300 per troy ounce dari US$1.450.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper