Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak sawit atau crude palm oil (CPO) berhasil menguat selama dua perdagangan berturut-turut seiring dengan langkah Malaysia untuk menutup beberapa pabrik CPO sebagai upaya untuk memutus mata rantai penyebaran virus corona atau covid-19.
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Rabu (18/3/2020) hingga pukul 14.56 WIB, harga CPO untuk kontrak Juni 2020 di bursa Malaysia bergerak menguat hingga 1,16 persen menjadi 2.275 ringgit per ton, melanjutkan penguatan dari perdagangan sebelumnya.
Penguatan itu cukup memperbaiki kinerja pergerakan harga CPO sepanjang tahun berjalan 2020 yang telah terkoreksi hingga 22,46 persen.
Asosiasi Produsen Pertanian Malaysia dalam keterangan resminya mengatakan bahwa Malaysia akan menutup sebagian besar operasinya di perkebunan dan pabrik CPO selama dua pekan ke depan, yang dimulai pada Rabu (18/3/2020).
Namun, pabrik penyulingan kelapa sawit yang memproses minyak sawit mentah menjadi minyak nabati yang digunakan dalam minyak goreng, es krim dan margarin, serta minyak nabati yang digunakan dalam deterjen, pelumas dan biodiesel, masih akan diizinkan untuk beroperasi dengan pengawasan yang ketat.
Kepala Penelitian Agribisnis Regional CIMB Ivy Ng mengatakan bahwa pasokan CPO Malaysia akan berkurang sekitar 708.500 ton jika perkebunan tidak diizinkan beroperasi, dan stok di Negeri Jiran itu akan turun menjadi 1 juta ton pada akhir Maret.
Baca Juga
“Keputusan pemerintah dapat menyebabkan lonjakan harga minyak sawit mentah mengingat pasokan yang lebih ketat daripada yang diperkirakan dan menguntungkan negara-negara penghasil minyak sawit lainnya seperti Indonesia dan Thailand," ujar Ivy seperti dikutip dari Bloomberg, Rabu (18/3/2020).
Ivy juga memperkirakan Malaysia kehilangan penjualan CPO hingga senilai US$370 juta akibat langkah lockdown yang diterapkan pemerintah.
Senada, Sathia Varqa, pemilik Palm Oil Analytics Singapura, mengatakan bahwa kontrol pemerintah Malaysia pada pergerakan orang dan kegiatan bisnis akan menghasilkan pasokan kelapa sawit yang lebih rendah untuk periode Maret.
Pasar CPO juga mendapat dukungan dari harga minyak kedelai yang lebih tinggi karena ringgit terus terdepresiasi sehingga membuat minyak tropis itu lebih untuk pembeli luar negeri dengan mata uang selain ringgit.
“Namun, kenaikan harga akan bersifat sementara karena permintaan luar negeri akan tertekan juga,” papar Varqa.
Sementara itu, Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Andy Wibowo Gunawan mengatakan bahwa harga CPO diprediksi bergerak mix pekan ini seiring dengan India, sebagai importir CPO terbesar dunia, menahan pembelian karena percaya harga CPO akan turun lebih dalam terpapar sentimen penyebaran Covid-19.
Adapun, Impor minyak sawit oleh India tercatat merosot ke level terendah dalam 20 bulan terakhir pada Februari 2020.
Belum lagi, harga minyak mentah global yang turun hingga bergerak di bawah US$30 per barel menjadi katalis negatif bagi harga CPO karena membuat minyak nabati alternatif itu menjadi tidak menarik.