Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) melanjutkan tren pelemahan dengan koreksi cukup dalam seiring dengan laju minyak mentah dunia. Penurunan harga CPO masih terkait dengan kekhawatiran pasar tentang penyebaran virus corona atau Covid-19 yang semakin luas.
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Kamis (12/3/2020) hingga pukul 14.45 WIB, harga CPO berjangka untuk kontrak Mei 2020 di bursa Malaysia bergerak melemah 3,39 persen menjadi 2.279 ringgit per ton.
Pada pertengahan perdagangan, CPO sempat anjlok sebesar 6 persen. Sepanjang tahun berjalan 2020, harga CPO telah terkoreksi 22,72 persen.
Sathia Varqa, pemilik Palm Oil Analytics di Singapura, menyampaikan bahwa CPO berjangka dapat dilanda aksi jual besar-besaran karena tertekan sentimen penyebaran virus corona. Prospek permintaan CPO pun bisa menjadi suram.
“Sentimen pendukung CPO semoga nanti akan datang dari prospek ekspor Malaysia yang diprediksi lebih baik pada periode Maret 2020 juga membaiknya hubungan dagang Malaysia dan India,” ujar Sathia seperti dikutip dari Bloomberg, Kamis (12/3/2020).
Untuk diketahui, ekspor Malaysia per Februari turun 11 persen dibandingkan dengan periode Januari menjadi hanya sebesar 1,08 juta ton. Selain itu, Menteri Perkebunan dan Komoditas Malaysia Mohammad Khairuddin Amman Razali dikabarkan akan mengirimkan delegasi ke India untuk melakukan negosiasi.
Baca Juga
Dia juga mengatakan bahwa ringgit yang bergerak lebih lemah juga dapat menjadi katalis positif bagi CPO karena harga menjadi lebih murah bagi pembeli dengan berdenominasi selain ringgit.
Pada perdagangan Kamis (12/3/2020) hingga pukul 14.37 WIB, ringgit berada di posisi 4,26 ringgit per dolar AS, terkoreksi 0,64 persen. Sepanjang tahun berjalan 2020, ringgit telah bergerak melemah 3,96 persen.
Kendati demikian, jika sentimen positif tersebut berhasil hadir di pasar untuk waktu yang lama, bukan berarti harga CPO akan terangkat dari area bearish. Sentimen itu hanya dapat membatasi penurunan harga saja. Pasalnya, kondisi makro secara keseluruhan masih cukup bergejolak yang membuat pasar semakin lesu.
Di sisi lain, mengutip riset Fitch Solutions memprediksi rata-rata harga CPO pada 2020 menjadi hanya sebesar 2.300 ringgit per ton karena permintaan yang melemah dan pertumbuhan pasokan yang terbatas.
Permintaan CPO untuk biofuel dari Indonesia dan Malaysia yang lebih besar pada tahun ini tampak gagal mengimbangi permintaan global yang lebih lemah. Oleh karena itu, Fitch memperkirakan harga CPO akan naik menjadi 2.400 ringgit per ton pada 2021 ; 2.500 ringgit per ton pada 2022 ; dan 2.520 ringgit per ton pada 2023.
“Melambatnya prospek ekonomi karena virus corona dan harga minyak yang lebih rendah pada kenaikan pasokan OPEC+ akan membatasi permintaan internasional untuk bahan bakar nabati yang berasal dari kelapa sawit,” tulis Fitch Solutions seperti dikutip dari publikasi risetnya, Kamis (12/3/2020).