Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tengah mengupayakan impor bahan baku untuk memproduksi masker sebanyak 2 juta unit dan impor rapid test kit virus corona sebanyak 500.000 unit.
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menuturkan bahwa impor bahan baku masker akan dilakukan secara government to government (G2G) dengan sejumlah negara seperti China, India, Jepang, dan Perancis.
Produksi masker akan dilakukan oleh PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) atau RNI dengan melibatkan produsen lokal lainnya. Dia mengatakan bahan baku masker dari India sebelumnya sudah masuk, tetapi sudah habis untuk diproduksi.
“RNI ini dari dia sudah masuk sebagian. Untuk masker kami coba cari bahan baku dari Jepang, karenaPerancis di-lockdown, akibatnya gak bisa kita impor juga. Jadi ini adalah lebih jauh lagi untuk China kita belum dapat juga suplai, jadi kami sedang susun G2G, sama halnya dengan China, dengan India dan dengan Perancis,” jelasnya melalui konferensi jarak jauh, Rabu (18/3/2020).
Dia mengatakan produksi masker secara total yang sedang dilakukan oleh RNI akan mencapai 2 juta unit masker. Arya mengutarakan bahwa paling cepat proses produksi tersebut dapat diselesaikan pada akhir bulan ini.
“Hampir semua negara mencari bahan baku masker, jadi negosiasinya nanti G2G. Bagusnya, China ini melihat negara mana yang dia lihat punya kebutuhan. Jadi BUMN sudah kejar benar ke China ini,” ujarnya.
Baca Juga
Selain itu, pemerintah juga tengah mempertimbangkan opsi menutup kebutuhan masker dengan masker alternatif dari kain yang bisa dicuci. Opsi ini dipertimbangkan mengingat Indonesia memiliki produksi tekstil cukup besar.
Dia mengatakan, pemerintah juga tengah mengimpor rapid test kit atau alat tes cepat untuk mendeteksi virus corona. Pemerintah telah memesan sedikitnya 500.000 unit rapid test kit yang kemudian akan didistribusikan ke jaringan rumah sakit BUMN.
“RNI juga sedang kerja sama dengan China untuk memesan rapid test kit COVID-19, jadi kerja sama dengan pabrik di China. Alat ini bisa mengeluarkan hasil tes awal untuk mendeteksi virus corona dengan cepat, paling sekitar 3 jam,” ujarnya.
Dia mengatakan bahwa proses pemesanan ini masih menunggu izin dari Kementerian Kesehatan. Adapun, proses registrasi izin impor alat pengujian tersebut sudah dilakukan pada Selasa, 10 Maret 2020 pekan lalu.
“Kalau nanti sudah diberi izin oleh Kementerian Kesehatan kita pakai Garuda langsung kirim dari Hangzhou [Ibu Kota Provinsi Zhejiang, China]. Kalau sudah dikirim paling dua hari juga sudah sampai, jadi kebutuhan ini bisa ditutupi dengan cepat.
Arya menuturkan tak menutup kemungkinan jika impor pertama tersebut berhasil, akan ada impor lanjutan untuk alat tersebut. Dia mengatakan pabrik di China memiliki kapasitas produksi sekitar 150.000 unit per hari sehingga dapat memenuhi kebutuhan Indonesia.
Dia juga memastikan alat tes tersebut akan dipasarkan dengan harga terjangkau. Namun, dia menjelaskan alat tes ini hanya menghasilkan diagnosa awal dari pasien virus corona. Jika ada indikasi membawa virus tersebut, pasien harus tetap melakukan pemeriksaan lanjutan.