Bisnis.com, JAKARTA - Tidak hanya mesin impor yang tidak bisa dipasang karena teknisi dari China belum bisa datang, wabah virus corona atau Covid-19 juga menerjang dunia hiburan. MGM Studio dilansir terpaksa menunda penayangan film James Bond: No Time to Die dari semula April menjadi November 2020. Terus terang saya menantikan sekuel laga ini. Sebab selain dibintangi oleh Daniel Craig, Léa Seydoux, Ben Whishaw, Naomie Harris, Christoph Waltz dan Ralph Fiennes, peraih Oscar 2019 Rami Malek (Mr. Robot pada Bohemian Rhapsody) tampil memerankan karakter jahat, Safin.
Meski kecewa, saya terinspirasi oleh lirik original soundtract (OST) film tersebut yang digubah dan dinyanyikan oleh Billie Eilish untuk ulasan tinjauan pasar modal kali ini. Sebagai discounter machine prospek masa depan, investor kerap terperangkap dan diperdaya oleh fluktuasi harga saham yang cepat berubah tergantung dominasi kekuatan kerakusan dan kecemasan (greed and fear).
Terbukti selama pekan lalu kinerja indeks saham SPX bergerak zig-zag, sempat merayakan peluang the Fed bakal menurunkan suku bunga. Namun, ketika the Fed melalui pertemuan mendadak dua pekan sebelum jadwal yang ditetapkan, memangkas 50bps respon investor justru berbalik arah sehingga indeks SPX turun tajam. Gubernur the Fed, Powell, menjelaskan pemangkasan dilakukan sebagai langkah pre-emptive untuk melindungi perekonomian Amerika Serikat terhadap dampak buruk wabah Covid-19.
Ternyata pernyataan the Fed itu justru memperburuk kecemasan investor sehingga terus memicu aksi flight to safety. Sebagai akibatnya, yield T-bond bertenor 10 tahun menukik hingga 0,77 persen yang disebut sebagai angka terendah selama 150 tahun terakhir. Sangat bisa jadi faktor kelebihan likuiditas dan kecemasan resesi mengindikasikan investasi di dalam SBN berpeluang panjang umur. Seperti anak Millenial biasa bilang “ndak ada matinya bro…”.
Kecemasan resesi global tidak hanya terus memukul harga minyak yang terjun 10 persen selama sepekan lalu (-31 persen Ytd) menjadi $45,5 per barel, namun juga melemahkan indeks dolar global DXY 2,1 persen (-0,32 persen Ytd). Sebaliknya, untuk mengamankan diri, pada periode yang sama harga emas semakin moncer dengan kenaikan masing-masing 5,2 persen dan 9,4 persen.
Baca Juga
Seperti terlihat pada tabel diatas, dengan pemangkasan itu suku bunga riil Fed fund rate menjadi negatif yang lebih dalam dibandingkan ECB dan BoJ. Padahal bila menyimak pertumbuhan M1 growth, sebagai indikator daya beli efektif, di Amerika Serikat dan Uni Eropa relatif tidak lemah. Termasuk bila dibandingkan dengan sejumlah negara Asia. Publikasi data ketenagakerjaan Februari 2020 yang bagus dan melebihi dugaan, termasuk di sektor manufaktur, tidak dapat meredakan kecemasan investor terhadap perlambatan ekonomi yang diakibatkan oleh kombinasi supply dan demand shocks serta gangguan dukungan pasar keuangan.
Aksi flight to safety yang secara teknis ditandai oleh kelebihan beli untuk asset T-bond, meningkatkan yield spread antara corporate bond dan T-bond sebagai indikator credit risk. Seperti terlihat pada peraga di bawah ini, angka credit risk (biru berbintik) melonjak lebih tinggi dibanding pada akhir tahun 2018 ketika pasar saham SPX (warna merah) mengarah kepada bear market (turun lebih dari 20 persen) tidak tahan dengan dugaan Fed fund rate (warna hitam putus-putus) bakal terus dinaikkan selama tahun 2019.
Negative Yield Meluas
Aksi flight to safety meluas ke negara lain. Mengikuti the Fed, bank sentral Kanada juga memangkas bunga 50bps sehingga mendorong yield 10 tahun negara tersebut turun menjadi 0,7 persen. Sementara di Eropa fenomena negative yield terus meluas tidak hanya meliputi negara tetapi juga hingga tenor yang semakin Panjang seperti terlihat pada tabel di bawah ini. Malah yield century bond (100 tahun) Austria yang jatuh tempo tahun 2117 dan berkupon 2,1 persen per tahun turun hanya 0,475 persen. Negative yield bond market kini ditaksir sekitar $14,6 triliun.
My name is Bond, Long Bond. Seperti yang kami jelaskan pekan lalu, kelebihan likuiditas secara struktural ditunjukkan oleh penurunan velocity of money sebagai rasio GDP nominal terhadap M2. Peraga di bawah ini menunjukkan perkembangan velocity of money (warna biru berbintik) selama 50 tahun terakhir di Amerika Serikat. Terlihat trend velocity of money sempat positif hingga puncaknya pada tahun 1998 yang menandai krisis keuangan Asia. Sebab trend positif yang menandakan peningkatan produktivitas likuiditas diikuti oleh penguatan dollar yang memicu kejatuhan mata uang Asia yang secara fundamental tidak didukung oleh neraca berjalan yang deficit.
Secara umum yield T-bond mengikuti pergerakan velocity of money. Hubungan positif keduanya memang pernah tidak sinkron pada periode 1992-2001 pada masa administrasi Presiden Clinton. Sebab, pada periode itu boleh dibilang terjadi mukjizat ekonomi dimana terobosan produktivitas memacu pertumbuhan ekonomi yang justru disertai dengan perlambatan inflasi (warna biru berbayang). Hal inilah yang melandasi yield T-bond (warna merah) dapat menurun mengikuti inflasi.
Namun setelah tahun 1998, trend velocity of money cenderung menurun hingga batas terendah. Penurunan semakin cepat sejak tahun 2008 ketika the Fed mulai menggelar aksi quantitative easing (QE). Aksi QE the Fed terlihat mengikuti ECB yang juga meneladani BoJ untuk membantu masyarakat dalam kawasan yang menua dan sedang melakukan pengurangan utang (de-leveraging). Kami cermati velocity untuk ketiga perekonomian cenderung menurun.
Death or Paradise?
Mengingat sebagian besar utang negara di Jepang dalam mata uang domestik dan sangat terbatas dimiliki oleh investor asing, maka untuk pemodelan yield T-bond kami hanya menggunakan velocity of money di Amerika Serikat dan Uni Eropa.
Peraga di bawah ini memuat spesifikasi dan kualifikasi model serta proyeksi hingga Maret 2021. Kualifikasi model yang menggunakan data terakhir Desember 2019 terbilang memadai dengan koefisien determinasi sekitar 88 persen dan standar eror 0,55 persen. Proyeksi yield 1,74 persen pada akhir Maret 2020 terbilang relatif bagus hingga pekan ketiga Februari 2020 sebelum kecemasan wabah Covid-19 mulai muncul.
Untuk menyikapi berbagai tingkat kecemasan investor, kami menggunakan band interval proyeksi minus satu dan dua standar deviasi. Proyeksi untuk minus satu standar deviasi menjadi 1,19 persen. Dengan demikian, paras saat ini 0,77 persen sudah mendekati 0,64 persen sebagai batas bawah minus dua standar deviasi. Yield T-bond boleh dibilang overpriced sebagai artikulasi flight of safety.
Yield SBN Mau Kemana?
Kami juga mengembangkan model untuk memproyeksikan yield surat berharga negara (SBN) seperti terlihat pada peraga di atas. Spesifikasi dan kualifikasi model juga lumayan bagus dengan koefisien determinasi 84 persen berdasarkan data observasi 1.200 pekan terakhir. Berdasarkan T-statistik disimpulkan urutan faktor yang paling mempengaruhi yield SBN adalah sentiment (diukur berdasarkan angka credit default swap, CDS), kurs rupiah, fasilitas SWAP dan angka yield T-bond.
Berdasarkan data terakhir semua variabel bebas di atas, proyeksi yield SBN 7,11 persen dengan interval 6,54 persen dan 7,69 persen. Bagaimana investor menyikapinya termasuk untuk proyeksi hingga akhir tahun? Kami menilai kemungkinan ‘panjang umur’ lebih tergantung kepada posisi kurs rupiah dan sentimen yang menjadi dua faktor utama penggerak yield SBN.
Itu sebabnya kami mengajak para investor sekalian mencermati dinamika kurs rupiah melalui pemodelan proyeksi seperti yang terlihat pada peraga di bawah ini. Spefisikasi model menghubungkan kurs rupiah dengan empat variabel bebas indeks dollar (DXY), suku bunga internasional LIBOR yang mempengaruhi arus keluar masuk modal asing, COMCUAN sebagai proxy fundamental ratio cost to income commodity, dan terakhir faktor sentimen yang diukur menggunakan JP-Morgan emerging market spread.
Kualifikasi model relatif bagus dengan dengan koefisien determinasi 75 persen dan semua koefisien variabel bebas signifikan dengan arah sesuai harapan. Proyeksi dengan memasukkan nilai terakhir variabel bebas menunjukkan posisi rupiah yang terlalu melemah bahkan melewati interval dua standar deviasi seperti terlihat pada bagian bawah peraga.
Index dolar DXY yang terindikasi menjadi faktor kedua paling mempengaruhi rupiah setelah COMCUAN selama tahun berjalan sebetulnya melemah 0,45 persen. Dengan masukan DXY tertinggi 102,7 atau menguat 6,9 persen dari posisi terakhir, model diatas memproyeksikan kurs rupiah 14.277 yang tidak terlalu jauh dengan angka rupiah akhir pekan lalu.
Kami memilih proyeksi IDR pada akhir tahun berkisar 13.500. Tekanan pasar modal dan nilai tukar tidak terlepas dampak arus keluar modal asing seperti terlihat pada tabel berikut. Namun kesigapan BI melakukan intervention in tripple markets menjaga ketiganya relatif stabil.
Dengan asumsi yield T-bond akan kembali masuk dalam teritori minus standar deviasi dan sentimen terhadap negara berkembang berangsur membaik, kami memproyeksikan yield SBN berada dalam interval 5,91 persen hingga 7,06 persen. Terkait proyeksi cuan SBN, berdasarkan informasi indeks SBN Abtrindo yang berdurasi 5,78 dan coupon rate 7,92 persen, berpeluang mencapai 10,81 persen dengan asumsi BI menurunkan bunga 50bps lagi. Potensi capital gain 2,89 persen diperoleh melalui perkalian durasi (5,78) dan penurunan bunga (0,5). Total return 10,81 persen merupakan penjumlahan kupon plus capital gain. Semoga.
Director for Investment Strategy
PT Bahana TCW Investment Management