Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kiat Investasi di Tengah Wabah Virus Corona, Pilih Agresif atau Moderat

Kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang terjaga dan upaya pemerintah menekan pengaruh virus corona menjadi faktor pendorong utama pasar saham dan obligasi.
Pengunjung menggunakan ponsel di dekat papan elektronik yang menampilkan Indeks Harga Saham Gabungan di Jakarta, Rabu (4/3/2020). Bisnis/Dedi Gunawan
Pengunjung menggunakan ponsel di dekat papan elektronik yang menampilkan Indeks Harga Saham Gabungan di Jakarta, Rabu (4/3/2020). Bisnis/Dedi Gunawan

Bisnis.com, JAKARTA –Investor direkomendasikan untuk tetap berinvestasi pada pasar saham dan obligasi dengan menyeimbangkan kembali portofolionya.

Kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang terjaga dan upaya pemerintah menekan pengaruh virus corona menjadi faktor pendorong utama pasar saham dan obligasi.

Head of Wealth Management & Premier Banking Bank Commonwealth Ivan Jaya mengatakan investor sebaiknya menganut strategi stay in the market dengan menambah dan menyeimbangkan kembali porsi kelas aset saham di dalam portofolio yang tergerus.

“Hal ini dapat dilakukan untuk investor dengan profil agresif dengan memanfaatkan koreksi yang sedang terjadi saat ini,” paparnya dalam siaran resmi, Jumat (6/3/2020).

Menurut Ivan, koreksi yang terjadi saat ini membuat valuasi pasar saham relatif murah. Valuasi IHSG saat ini berada di bawah -2x standar deviasi rata-rata 5 tahun, di mana valuasi saat ini terakhir terjadi pada semester II/2015.

Kala itu, penurunan di pasar saham dipicu oleh faktor global yakni krisis Yunani bukan karena faktor fundamental Indonesia. Pasar saham pada saat itu mengalami recovery dari titik terendahnya hingga mencapai sekitar +16 persen dalam waktu 4 bulan dan +32 persen dalam waktu sekitar 10 bulan.

Selain itu, pemerintah serta bank sentral telah mengambil sikap preventif untuk menahan gejolak perlambatan ekonomi akibat penyebaran virus corona.

Bank sentral China (PBOC) telah memberikan suntikan likuiditas ke pasar sebesar US$174 miliar pada awal Februari. Selain itu, PBOC juga memangkas suku bunga Loan Prime Rate (LPR) sebesar 10 bps.

Sementara itu, Bank Sentral AS (The Fed) juga merespon dengan melakukan pemotongan suku bunga darurat sebesar 50 bps menjadi 1,25 persen di awal Maret yang dilakukan di luar jadwal pertemuan bulanannya.

Dari dalam negeri, Bank Indonesia telah melakukan pemotongan suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 4,75 persen pada bulan Februari. Upaya ini juga dilanjutkan dengan meluncurkan ‘senjata’ untuk meredam outflow asing baik dari pasar rupiah dan obligasi pada awal Maret ini.

Selain itu, pemerintah juga telah meluncurkan insentif pada industri pariwisata dan penerbangan untuk menopang dampak negatif dari penurunan kunjungan wisatawan mancanegara.

“Dengan kondisi fundamental Indonesia yang stabil, kondisi penyebaran virus corona yang bersifat sementara serta langkah antisipasi dari pemerintah serta bank sentral baik di China, AS, Eropa bahkan Indonesia yang responsif, hingga saat ini kami melihat koreksi yang terjadi bisa dimanfaatkan untuk menyeimbangkan kembali porsi kelas aset saham di dalam portofolio,” katanya.

INVESTOR MODERAT
Sementara itu, investor dengan profil moderat direkomendasikan memperbesar atau mengalihkan portofolionya pada obligasi, yang cenderung memiliki volatilitas yang lebih rendah dibandingkan aset saham.

Obligasi, yang merupakan surat utang yang berisi janji dari penerbit surat utang untuk membayar sejumlah imbalan berupa bunga dalam suatu periode tertentu, memberikan tiga keuntungan bagi investor.

Pertama, investor akan mendapatkan kupon secara berkala, yang akan lebih tinggi dari bunga deposito. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kupon diantaranya adalah kredibilitas penerbit, jangka waktu obligasi, tingkat inflasi, tingkat suku bunga acuan, dan lainnya.

Kedua, investor juga berpotensi memperoleh capital gain jika obligasi tersebut dapat diperdagangkan di pasar sekunder. Ketiga, risiko obligasi terbilang lebih rendah bila dibandingkan dengan instrumen saham.

“Harga obligasi di pasar sekunder cenderung memiliki volatilitas yang lebih rendah dibandingkan dengan instrumen saham. Bahkan untuk obligasi yang diterbitkan pemerintah para pelaku pasar sepakat bahwa instrumen tersebut merupakan instrumen yang bebas risiko,” jelas Ivan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper