Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

The Fed Pangkas Bunga, Obligasi Indonesia Makin Kebanjiran Minat

Pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve AS dinilai bakal meningkatkan aliran modal asing ke dalam negeri.
ILUSTRASI OBLIGASI. Bisnis/Himawan L Nugraha
ILUSTRASI OBLIGASI. Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA – Keputusan Federal Reserve Amerika Serikat (AS) dalam memangkas suku bunga acuan dinilai akan meningkatkan gairah pasar obligasi di negara berkembang, termasuk Indonesia.

Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Ramdhan Ario Maruto mengatakan, penurunan suku bunga yang dilakukan Federal Reserve AS (The Fed) dapat berdampak positif terhadap pasar obligasi Indonesia.

Investor dinilai akan melarikan modalnya dari ke instrumen investasi di negara berkembang. Terlebih, imbal hasil obligasi AS atau US Treasury tenor sepuluh tahun turun ke level di bawah 1 persen.

“Di pasar, efeknya juga langsung terlihat pada penurunan imbal hasil (yield) seri benchmark tenor 10 tahun,” katanya kepada Bisnis, Rabu (4/3/2020).

Menurutnya, kebijakan The Fed juga akan berdampak pada penguatan nilai tukar Rupiah. Hal ini pun akan membuat pasar surat berharga Indonesia memiliki ketahanan yang lebih baik dibanding obligasi lainnya. Hingga pukul 11.58 WIB, kurs Jisdor menguat 51 poin atau 0,36 persen ke level Rp14.171 per dollar AS.

Berdasarkan data dari Asian Bonds Online, imbal hasil obligasi Indonesia dengan tenor 10 tahun berada di posisi 6,8 persen. Angka tersebut mengalami penurunan sebesar 17,8 basis poin bila dibandingkan dengan yield kemarin, Selasa (3/3/2020).

Jumlah tersebut sekaligus menjadikan obligasi Indonesia sebagai pasar dengan imbal hasil tertinggi di negara kawasan Asia lainnya. Filipina memiliki tingkat imbal hasil kedua tertinggi di belakang Indonesia dengan 4,32 persen disusul dengan Malaysia (2,81 persen).

Selanjutnya, ada China dengan imbal hasil  2,76 persen diikuti Vietnam dengan imbal hasil sebesar 2,73 persen. Obligasi Singapura memiliki tingkat imbal hasil sebesar 1,46 persen dilanjutkan oleh Korea Selatan (1,38 persen), Thailand (1,06 persen), dan Hong Kong (0,98 persen).

Selain itu, meningkatnya daya tahan obligasi Indonesia juga akan berimbas pada minat investor terhadap surat utang Indonesia. Hal ini juga diperkirakan dapat menambah aliran modal asing (capital outflow) yang masuk dari obligasi setelah sempat mengalami penurunan.

“Sehingga tingkat kepemilikan asing pada obligasi negara juga akan ikut naik,” tambahnya.

Hal senada juga diungkapkan Ekonom Pefindo Fikri C Permana. Dia mengatakan, penurunan suku bunga yang dilakukan oleh The Fed akan berdampak pada imbal hasil obligasi AS yang sudah mengalami penurunan.

Hal ini juga akan menurunkan yield SUN Indonesia dan imbal hasil obligasi korporasidomestik.  Walhasil, dia memperkirakan minat investor terhadap pasar obligasi Indonesia akan menunjukkan tren meningkat.

Menurut Fikri, minat investor akan didorong oleh besaran spread antara SUN Indonesia dan US Treasury. Pasalnya, hal tersebut merupakan gambaran risiko pasar surat utang Indonesia ditambah pemanis berupa return dari obligasi Indonesia.

“Selama risk premium bisa dikompensasi dengan return yang lebih baik, pasar obligasi domestik akan lebih menarik di mata para investor,” jelasnya.

Secara terpisah, Direktur PT Anugerah Mega Investama Hans Kwee mengatakan penurunan suku bunga yang dilakukan merupakan bentuk stimulus pasar untuk memperbaiki perekonomian. Hal ini secara langsung akan turut mendorong perekonomian emerging market seperti Indonesia, termasuk pada pasar surat berharga.

Penurunan imbal hasil obligasi Indonesia, lanjutnya, akan diikuti dengan kenaikan harga surat utang Indonesia. Hal inilah yang diprediksi akan menjadi faktor utama kembalinya investor asing ke pasar obligasi Indonesia.

"Sebelum terjadinya guncangan beberapa waktu lalu, pasar obligasi Indonesia juga masih dapat dikatakan salah satu yang paling menarik," tambah Hans.

Sebelumnya, The Fed mengumumkan pemotongan darurat suku bunga acuan sebesar 50 basis poin (bps), 1 hingga 1,25 persen, untuk melindungi ekonomi Amerika Serikat dari risiko wabah virus corona di dunia.

Pemotongan suku bunga ini merupakan langkah yang tak biasa dilakukan Bank Sentral Amerika, karena acap kali dilakukan secara terjadwal. Ini adalah kali pertama sejak 12 tahun terakhir The Fed melakukan pemotongan darurat. Terakhir, langkah ini diambil pada 2008, kala terjadi krisis perbankan dalam subprime mortage.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper