Bisnis.com, JAKARTA – Sebanyak sembilan emiten tercatat akan melakukan aksi pembelian kembali atau buyback saham dengan dana yang disiapkan sebanyak Rp5,87 triliun. Sebagian emiten sudah memulai buyback sejak tahun lalu.
Berdasarkan data yang dihimpun Bisnis, tiga dari sembilan emiten akan memulai program buyback pada 2020, yaitu PT Bank OCBC NISP Tbk. (NISP), PT Arwana Citramulia Tbk. (ARNA), dan PT PP Presisi Tbk. (PPRE). Masing-masing emiten menyiapkan dana sebanyak Rp500 juta, Rp30 miliar, dan Rp293 miliar.
Adapun enam emiten lain akan masih masih memiliki waktu untuk merealisasikan program buyback yang mana sudah dimulai sejak tahun lalu. Keenam emiten itu yaknit PT Tower Bersama Infrastructure Group Tbk. (TOWR), PT Matahari Department Store Tbk. (LPPF), PT Surya Citra Media Tbk. (SCMA), PT Cikarang Listrindo Tbk. (POWR), PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk. (MIKA), dan PT Saratoga Investama Sedaya Tbk. (SRTG).
Nilai gabungan dari sisa dana untuk program buyback keenam emiten itu mencapai Rp5,55 triliun. Perinciannya adalah TOWR (Rp1,47 triliun), LPPF (Rp201,62 miliar), dan SCMA (Rp2,92 triliun), POWR (Rp17,63 miliar), MIKA (Rp841,93 miliar), dan SRTG (Rp104,48 miliar).
Kepala Riset Praus Capital Alfred Nainggolan mengatakan banyaknya emiten yang melakukan aksi buyback didorong oleh keinginan emiten untuk menjaga stabilitas harga saham. Dia melanjutkan, emiten tidak ingin harga sahamnya tidak sesuai fundamental alias undervalued.
“Substansi buyback sudah pasti stabilitas harga. Ada upaya dari manajemen supaya harga tidak melorot terus jadi sengaja dibuat permintaan melalui anggaran khuusus,” katanya kepada Bisnis pada Selasa (24/2).
Baca Juga
Menurut Alfred, aksi buyback akan memberikan benfit baik bagi emiten maupun investor ritel. Dia beralasan, emiten bisa melepas saham suatu ketika saat pasar sudah lebih baik dengan harga yang lebih tinggi. Di samping itu, saham yang dibeli juga bisa menjadi bonus saham dan lain-lain.
Sementara itu, bagi investor ritel, Alfred mengatakakan jumlah laba per saham yang bisa dibagikan menjadi lebih besar sehingga potensi deviden bisa meningkat. Selain itu, harga saham menjadi lebih stabil untuk berinvestasi.
“Emiten melakukan pembelian karena manajemen optimistis bisnisnya masih cukup bagus. Jadi pembelian saham ini bisa termasuk investasi emiten. Downside risk pun jadi berkurang karena ada aksi ini,” jelasnya.
Meski demikian, Alfred melihat tren pembelian kembali oleh para emiten perlu menjadi perhatian khusus bagi otoritas bursa. Pasalnya hal ini bisa membuat pasar kembali ramai dibandingkan saat ini. Dia menyebut, persyaratan buyback bisa saja dilonggarkan seperti pada 2015 lalu.
“Bisa saja kebijakan pembelian kembali tanpa RUPS dilakukan seperti 2015. Namun, perlu melihat, apakah fundamental perseroan benar-benar oke. Kalau kebijakan diambil tapi emiten tidak bergerak akan sama saja,” katanya.
Pada hari ini, IHSG ditutup pada level 5.807 turun 1,28 persen dibandingkan dengan hari sebelumnya. Volume transaksi tercatat sebesar Rp5,84 triliun yang melibatkan 6,21 miliar saham. Adapun jumlah transaksi tercatat sebanyak 380.453 kali.