Bisnis.com, JAKARTA – Window dressing adalah manuver yang seringkali dilakukan oleh perusahaan terbuka, bank, reksa dana, serta perusahaan finansial lainnya dengan menghias diri sebelum menyerahkan laporan kinerja kepada klien atau pemegang saham. Momen ini sering terjadi di akhir tahun.
Menurut Investopedia, window dressing adalah strategi yang digunakan oleh reksa dana dan manajer portofolio lainnya di dekat akhir tahun atau kuartal keempat untuk meningkatkan penampilan kinerja dana sebelum disajikan kepada klien atau pemegang saham.
Untuk memoles kinerjanya, fund manager menjual saham dengan nilai kerugian besar dan membeli saham yang terbang tinggi di dekat akhir kuartal. Portofolio ini kemudian dilaporkan sebagai bagian dari kepemilikan dana. Tentu saja praktik ini tidak selalu membantu memperbaiki kinerja.
Karena itu, seringkali analis merekomendasikan saham-saham blue chips, maupun saham yang masuk LQ-45 sebagai daftar saham yang harus dipegang ketika masa window dressing. Apalagi, pada awal tahun biasanya ada January Effect.
Sementara itu, menurut investorword.com, setidaknya ada dua pengertian window dressing.
Pertama, manuver yang kerapkali diasosiasikan dengan praktik “menipu” atau mengelabuhi yang dilakukan oleh beberapa pengelola reksa dana, di mana saham yang sedang melemah dijual dan saham yang sedang menguat dibeli, untuk memberikan kesan bahwa mereka telah memegang saham yang berkinerja baik.
Baca Juga
Kedua, praktik rekayasa dengan menggunakan trik akuntansi untuk membuat neraca perusahaan dan laporan laba rugi tampak lebih baik daripada yang sebenarnya.
Dari sisi akuntansi, praktik ini biasa juga dilakukan untuk membuat para pemegang saham dan pemangku kepentingan lain terkesan dengan menyajikan laporan keuangan yang lebih baik daripada kondisi sebenarnya.
Di kalangan praktisi bursa saham window dressing disebut juga sebagai suatu fenomena di pasar modal ketika harga saham akan meningkat pada akhir tahun di mana perusahaan go public yang mencatatkan sahamnya akan melakukan tutup buku.
Prilaku window dressing ini sudah terjadi secara berulang selama bertahun-tahun sehingga ada potensi kejadian tersebut bisa terjadi pada tahun berikutnya. Kondisi dimanfaatkan oleh investor untuk menangguk keuntungan dari portopolio yang mereka miliki.
Begitu pun bagi manajer investasi dalam memperbaiki kinerja saham yang menjadi portofolionya memanfaatkan momentum ini. Para pengelola dana dari investor—baik perorangan maupun lembaga dari lokal dan asing melakukan pembelian, terutama untuk jenis saham yang ada dalam portofolio efeknya, bertujuan mengangkat harga saham yang dimilikinya.
Jadi bisa disimpulkan bahwa window dressing dalam pengertian pasar modal, akuntansi dan keuangan diartikan sebagai suatu rekayasa akuntansi sebagai upaya menyajikan gambaran keuangan yang lebih baik daripada yang dapat dibenarkan menurut fakta dan akuntansi yang lazim. Caranya dengan menetapkan aktiva atau pendapatan terlalu tinggi dan menetapkan kewajiban atau beban terlalu rendah dalam laporan keuangan.
Diolah dari berbagai sumber