Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak di bursa berjangka New York ditutup di bawah level US$50 per barel pada perdagangan Selasa (4/2/2020), untuk pertama kalinya dalam setahun, di tengah kekhawatiran atas dampak wabah virus corona (coronavirus).
Investor bergulat dengan prospek bahwa wabah virus yang mematikan tersebut dapat melumpuhkan aktivitas ekonomi China, sehingga mendorong beberapa produsen minyak mentah terbesar dunia untuk mempertimbangkan langkah-langkah darurat.
Berdasarkan data Bloomberg, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak Maret 2020 berakhir melemah 50 sen di level US$49,61 per barel di New York Mercantile Exchange setelah sempat rebound ke level US$51,55.
Adapun harga minyak Brent untuk kontrak April 2020 ditutup melemah 49 sen di level US$53,96 per barel di ICE Futures Europe Exchange.
Pedagang tetap dicekam kekhawatiran wabah virus corona di China yang mengancam akan membatasi pertumbuhan permintaan minyak mentah global sebanyak 400.000 barel per hari, menurut analisis oleh OPEC dan produsen sekutu.
“Kita semakin dekat ke titik terbawah (bottom) dan jelas OPEC tidak akan duduk berpangku tangan. Ada beberapa prediksi yang diperhitungkan saat ini,” ujar Phil Flynn, seorang analis di Price Futures Group Inc., seperti dilansir Bloomberg.
Baca Juga
Wabah virus yang telah merenggut sedikitnya 425 nyawa di China dan menginfeksi lebih dari 20.000 orang itu telah mengancam pasar dengan membalikkan arus perdagangan.
Wabah ini diperkirakan telah memotong 20 persen permintaan minyak China karena kota-kota yang dikarantina dan pabrik-pabrik yang ditutup melumpuhkan aktivitas industri di negara berekonomi terbesar kedua di dunia ini.
Kilang-kilang minyak membatasi operasinya, sementara prosesor utama negara itu berusaha menjual kembali jutaan barel minyak mentah yang tidak lagi dibutuhkannya. Krisis ini bisa menghapus sepertiga dari pertumbuhan konsumsi global tahun ini, menurut Chief Financial Officer BP Plc Brian Gilvary.
Koalisi Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan aliansinya (OPEC+) telah berkonsultasi dengan China dalam sebuah pertemuan mendesak untuk menilai bagaimana wabah virus corona dapat mengganggu permintaan minyak, serta tindakan apa yang dapat ditempuh kartel minyak ini untuk menghentikan penurunan harga yang lebih rendah.
OPEC+ sedianya dijadwalkan untuk mengadakan pertemuan tingkat menteri pada Maret, tetapi kelompok ini sedang mempertimbangkan apakah akan mengadakan pertemuan itu lebih awal. Koalisi ini diperkirakan akan membahas potensi pengurangan produksi pada Rabu (5/2/2020) dalam menanggapi wabah di China.
Pedagang khawatir aksi jual yang disebabkan virus ini telah mendorong harga minyak ke tingkat mengkhawatirkan yang bisa memicu kehancuran seperti kejatuhan pada Oktober 2018 ketika bank-bank di Wall Street melakukan aksi jual.
"WTI berusaha mempertahankan level support US$50 itu," kata Olivier Jakob, analis di Petromatrix. "Tapi itu akan sulit kecuali OPEC mengambil tindakan tegas, kalau tidak kita akan mencapai posisi terendah pada 2018.”
Tingkat keputusan OPEC juga akan bergantung pada produksi minyak Libya, tulis analis Standard Chartered termasuk Paul Horsnell dalam sebuah laporan.
Negara ini telah digoyang krisis politik yang menyebabkan blokade pelabuhannya bulan lalu. Produksi minyak pun turun menjadi sekitar 187.000 barel per hari, menurut perusahaan minyak negara, National Oil Corp.
Pergerakan minyak mentah WTI kontrak Maret 2020 | ||
---|---|---|
Tanggal | Harga (US$/barel) | Perubahan |
4/2/2020 | 49,61 | -0,50 poin |
3/2/2020 | 50,11 | -1,45 poin |
31/1/2020 | 51,56 | -0,58 poin |
Pergerakan minyak mentah Brent kontrak April 2020 | ||
---|---|---|
Tanggal | Harga (US$/barel) | Perubahan |
4/2/2020 | 53,96 | -0,49 poin |
3/2/2020 | 54,45 | -2,17 poin |
31/1/2020 | 56,62 | -0,71 poin |
Sumber: Bloomberg