Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

OPEC+ Gelar Pertemuan Analisis Ancaman Virus Corona

OPEC dan aliansinya akan berkumpul untuk menilai dampak wabah virus corona (coronavirus) terhadap permintaan minyak dan tindakan apa yang bisa diambil untuk meresponsnya.
Kilang Minyak/Bloomberg
Kilang Minyak/Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – OPEC dan aliansinya akan berkumpul untuk menilai dampak wabah virus corona (coronavirus) terhadap permintaan minyak dan tindakan apa yang bisa diambil untuk meresponsnya.

Di bawah tekanan yang meningkat setelah harga minyak mentah turun di bawah level US$50 per barel untuk pertama kalinya dalam lebih dari setahun pada Senin (3/2/2020), para pakar teknis dari koalisi OPEC+ tersebut akan bertemu di markas OPEC, Wina, pada Selasa (4/2/2020) waktu setempat untuk mengevaluasi dampak penyakit akibat virus corona jenis baru.

Sebagai imbas dari wabah yang berpusat di provinsi Hubei, China, konsumsi bahan bakar di Negeri Tirai Bambu, tampaknya telah merosot 20 persen.

China adalah importir minyak terbesar di dunia, setelah melampaui Amerika Serikat pada tahun 2016, sehingga setiap perubahan konsumsi memiliki dampak yang sangat besar pada pasar energi global.

China diketahui mengonsumsi sekitar 14 juta barel per hari atau setara dengan kebutuhan gabungan Prancis, Jerman, Italia, Spanyol, Inggris, Jepang, dan Korea Selatan.

Penurunan ini mungkin merupakan guncangan permintaan terbesar yang dialami pasar minyak sejak krisis keuangan global tahun 2008 hingga 2009.

Hasil penilaian dari para pakar koalisi Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan aliansinya (OPEC+) dapat membantu menentukan apakah aliansi 23 negara, yang memompa sekitar setengah produksi minyak dunia, akan mengadakan pertemuan tingkat menteri darurat pada bulan ini untuk mempertimbangkan pengurangan produksi baru.

Arab Saudi, anggota terbesar OPEC, telah mendorong pertemuan semacam itu, tetapi menghadapi keengganan dari Rusia.

OPEC+ baru saja memulai putaran baru upaya pengurangan produksi yang lebih dalam bulan lalu, untuk mencegah kelebihan pasokan minyak shale AS menempatkan pasar global dalam surplus.

Namun, prospeknya kemudian dengan cepat memburuk dalam beberapa pekan terakhir karena meluasnya wabah virus corona telah mendesak pembatasan lalu lintas udara dan memperlambat ekonomi China.

“Mengingat kejatuhan minyak yang cepat dan hebat, berikut kekacauan yang dapat ditumbulkannya pada keuangan pemerintah di seluruh kelompok produsen, sepertinya mereka tidak yakin memiliki banyak waktu,” ujar Helima Croft, kepala analis komoditas di RBC Capital Pasar LLC., seperti dilansir Bloomberg.

Pertemuan tingkat menteri OPEC+ berikutnya sudah dijadwalkan pada awal Maret, tetapi kartel minyak ini sekarang mempertimbangkan apakah akan mengadakan pertemuan itu dalam beberapa pekan ke depan untuk menanggapi krisis akibat virus corona.

Pertemuan analisis Komite Teknis Bersama (Joint Technical Committee/JTC) yang diadakan selama dua hari hingga Rabu (5/2/2020) ini dimaksudkan untuk membantu menjawab pertanyaan itu.

Menurut seorang delegasi, departemen penelitian OPEC di Wina telah mempersiapkan sembilan skenario dengan perkiraan berbeda tentang bagaimana virus corona dapat mempengaruhi konsumsi minyak.

Pertemuan JTC ini sendiri akan dihadiri oleh delegasi-delegasi di antaranya dari Arab Saudi, Rusia, Aljazair, Irak, Kazakhstan, Kuwait, Nigeria, dan Uni Emirat Arab.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper