Bisnis.com, JAKARTA - PT Adaro Energy Tbk. akan menggenjot produksi batu bara coking coal atau metallurgical coal seiring dengan pembatasan produksi batu bara dalam negeri oleh pemerintah dan tren pelemahan harga batu bara yang masih berlangsung.
Head of Corporate Communication Division Adaro Energy Febriati Nadira menjelaskan bahwa di tengah kedua sentimen tersebut perseroan akan terus berfokus terhadap keunggulan operasional dan melakukan efisiensi.
Untuk mengurangi ketergantungan terhadap batu bara termal atau batu bara dengan kalori rendah, pihaknya telah melakukan diversifikasi bisnis melalui delapan pilar bisnisnya, seperti Adaro Mining, Adaro Services, Adaro Logistics, Adaro Power, Adaro Land, Adaro Water, Adaro Capital dan Adaro Foundation.
“Sebagai contoh, ke depan, bisnis metallurgical coal atau coking coal harus tumbuh agresif untuk meningkatkan kontribusinya ke Adaro grup secara signifikan,” ujar Febriati kepada Bisnis, Selasa (4/2/2020).
Dia juga mengatakan bahwa pihaknya akan mengembangkan non-coal power dan mempelajari berbagai model bisnis energi alternatif yang mungkin akan berkembang di masa depan.
Kendati demikian, Febriati tidak menyebutkan target dari produksi batu bara coking coal yang ingin dicapai perseroan pada tahun ini.
Adapun, hingga September 2019 produksi batu bara emiten dengan kode saham ADRO tersebut membukukan sebesar 44,13 metrik ton, dengan sebagian besar produksi masih berasal dari batu bara thermal dengan kalori sedang sekitar 4.000 hingga 5.000 kcal. Produksi tersebut berasal dari tambang Adaro Indonesia dan Balangan Coal yang digunakan untuk pembangkit listrik.
Sementara itu, dari total produksi Adaro Energy tersebut, produksi batubara kokas semi-lunak dari Adaro Metcoal mencapai 0,93 metrik ton.
Di sisi lain, ADRO memproyeksi harga batu bara global masih akan dalam tekanan pada tahun ini.
Berdasarkan data Bloomberg, pada penutupan perdagangan Senin (3/2/2020), harga batu bara patokan di bursa Newcastle kontrak Februari 2020 tidak bergerak dari perdagangan sebelumnya di level US$66,3 ton. Sepanjang tahun berjalan 2020, harga telah bergerak melemah 3,98%.