Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar yuan offshore China bergerak di kisaran level terlemahnya dalam sebulan pada perdagangan pagi ini, Selasa (28/1/2020), seiring dengan merosotnya daya tarik aset-aset berisiko akibat terbebani kekhawatiran mengenai dampak virus corona baru.
Berdasarkan data Reuters, yuan offshore menyentuh level 6,9813 per dolar AS, mendekati level terlemahnya sejak 30 Desember 2019.
Sebaliknya, nilai tukar yen bergerak stabil di level 109,01 per dolar AS, kisaran level terkuatnya sejak 8 Januari 2020. Yen telah menguat selama lima sesi perdagangan terakhir terhadap dolar AS.
Yen, yang dipandang sebagai aset investasi aman (safe haven), diperdagangkan mendekati level terkuatnya dalam tiga pekan terhadap dolar AS menyusul jumlah korban tewas yang terus bertambah akibat virus ini di China.
Bursa saham global dan harga minyak telah terjungkal dalam beberapa waktu terakhir di tengah kekhawatiran bahwa virus itu dapat menambah tekanan pada ekonomi China yang sudah melemah.
Otoritas China telah meningkatkan upaya untuk membatasi penyebaran virus tersebut, dengan memberlakukan larangan perjalanan dan mobilitas warga serta mengunci akses sejumlah kota di provinsi Hubei tengah, tempat virus ini bermula.
“Kita masih belum tahu skala penuh dari wabah ini, yang bukan hanya masalah kesehatan masyarakat tetapi juga masalah ekonomi,” ujar Minori Uchida, kepala riset pasar global di MUFG Bank, Tokyo.
"Ada kekhawatiran tentang dampaknya pada pariwisata dan ekonomi China, yang memengaruhi prakiraan pertumbuhan ekonomi global. Yuan kemungkinan akan menghadapi penjualan, dan yen kemungkinan akan naik,” tambahnya, seperti dilansir Reuters.
Sejauh ini, virus corona jenis baru ini telah menyebar ke lebih dari 10 negara dan belum ada laporan korban jiwa di luar China.
Di China sendiri, jumlah korban jiwa per Selasa (28/1/2020), telah bertambah menjadi 100 korban jiwa, dengan lebih dari 2.700 kasus terinfeksi.
Selain yuan, dolar Australia diperdagangkan mendekati level terlemahnya dalam tiga bulan dan dolar Selandia Baru pada Senin (27/1) jatuh ke level terendah sejak pertengahan Desember 2019.
Baik Australia maupun Selandia Baru diketahui memiliki hubungan perdagangan yang ekstensif dengan China.