Bisnis.com, JAKARTA — Perusahaan pertambangan minyak dan gas alam (migas) PT Sele Raya berencana melakukan penawaran umum saham perdana senilai US$100 juta pada 2020.
Seperti dilansir Bloomberg, Kamis (23/1/2020), Sele Raya berencana menggelar Initial Public Offering (IPO) dengan target perolehan dana mencapai US$100 juta atau sekitar Rp1,37 triliun [kurs Rp13.700 per dolar AS].
Mengutip laman resmi perseroan, Sele Raya memiliki sejumlah aset lapangan migas seperti Blok Merangin Dua dan Blok Belida di Sumatra Selatan, serta Blok Blora di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Vice Presiden Sele Raya Juchiro Tampi menyampaikan dana tersebut rencananya akan digunakan untuk pengembangan deposit gas alam milik perusahaan. Prospek bisnis gas alam di Indonesia terbilang prospektif karena permintaan yang sangat besar.
“Dengan permintaan gas alam domestik yang sangat besar, biaya produksi yang rendah, dan harga jual yang menguntungkan, akan memberikan jaminan keuntungan yang sehat [bagi] perusahaan,” ujarnya.
Saat ini, Sele Raya pun memilih lebih fokus ke sumber energi yang lebih bersih, yakni dari minyak ke gas alam. Hal itu juga berkaitan dengan meningkatnya upaya penyelamatan lingkungan.
Sele Raya diperkirakan membutuhkan dana sekitar US$150 juta untuk menambah fasilitas produksi gas alam dalam 3 tahun ke depan.
Pemerintah Indonesia telah mendorong perusahaan energi untuk mengeksplorasi sumber daya gas alam yang baru dan menjaga 50 persen produksi untuk digunakan di dalam negeri. Namun, kemacetan produksi dari lapangan minyak yang ada membuat Indonesia harus melakukan impor.
Juchiro menuturkan pihaknya setuju dengan rencana pemerintah, sehingga makin memacu proyek migas baru dengan biaya operasional yang rendah untuk konsumen di dalam negeri. Apalagi, harga penjualan LNG ke pasar industri domestik 60 persen lebih tinggi dibandingkan ekspor ke wilayah utara Asia.
“Selain itu, dengan pasar LNG global yang kelebihan pasokan, perusahaan migas akan tertarik menjual gas mereka ke dalam negeri,” imbuhnya.
Dari sisi operasional, Juchiro mengatakan ongkos produksi gas di entitas Sele Raya sebesar US$1,6 per Million British Thermal Unit (MMBTU). Perusahaan menjual gas ke pelanggannya senilai US$5,9 per MMBTU, yang kemudian memasarkan kembali ke pengguna akhir seperti produsen pupuk dan pabrik, atau dengan harga hampir dua kali lipat.
Pemerintah Indonesia sebenarnya menginginkan harga gas alam dapat diturunkan menjadi US$6 per MMBTU, agar produksi pabrik makin kompetitif. Analis Wood Mackenzie Asti Asra menyampaikan fokus pemerintah telah bergeser dari memperlakukan gas sebagai sumber pendapatan menjadi mesin untuk pertumbuhan industri dan ekonomi.
“Dengan membuat gas lebih mudah tersedia, ada harapan industri hilir juga tumbuh,” imbuhnya.
Adapun Juchiro mengaku tidak khawatir dengan kebijakan pemerintah yang akan menahan laju harga gas. Pasalnya, perusahaan sudah terikat kontrak perjanjian penjualan hingga 2031.
Selain itu, Sele Raya berupaya menjaga biaya penemuan dan eksplorasi gas alam. Perusahaan memang berencana lebih fokus ke gas alam dibandingkan minyak.
“Sektor minyak sudah mature, sedangkan bisnis gas cenderung meningkat,” tuturnya.
Pasar gas alam makin menarik karena pemerintah berambisi menghubungkan jaringan listrik ke seluruh wilayah pada 2024. Gas alam menjadi salah satu prioritas sumber energi listrik di samping batu bara.
Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) besutan Pertamina, yakni Independent Power Producer (IPP) Jawa-1, diharapkan dapat beroperasi pada 2021 dengan daya 1.760 mega watts (MW). Oleh karena itu, produsen gas alam di dalam negeri sudah mendapat jaminan adanya pasar yang siap menyerap.
Sele Raya Berencana IPO dengan Target Dana US$100 Juta
PT Sele Raya, perusahaan yang bergerak di pertambangan minyak dan gas alam, berniat melepas sahamnya di pasar modal dengan target dana US$100 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Hafiyyan
Editor : Annisa Margrit
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
16 menit yang lalu
Pilah-pilih Saham Lapis Dua Jelang Akhir Tahun, Mana Paling Prospektif?
10 jam yang lalu
Menakar Nasib Pemilik 24,65% Saham Publik Waskita (WSKT)
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru
17 menit yang lalu
Lampu Kuning Bitcoin Usai Gagal Tembus US$100.000
44 menit yang lalu
Rumah Sakit Siloam (SILO) Tunjuk Eks Menkumham Yasonna Laoly Jadi Komut
1 hari yang lalu