Bisnis.com, JAKARTA - Peluang harga emas untuk naik ke atas level US$1.600 per troy ounce pada tahun ini masih terbuka seiring dengan masih banyaknya ketidakpastian yang berada di pasar.
Kepala Riset dan Edukasi PT Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan bahwa peluang emas untuk naik ke level kisaran US$1.620 per troy ounce hingga US$1.660 per troy ounce terbuka karena negosiasi AS dan China untuk fase dua masih berlangsung.
“Tidak hanya dengan China, juga negosiasi dagang AS dengan Eropa, UK dengan Eropa dan lain-lain dimana negosiasi yang berujung pada kenaikan tarif ini memicu perlambatan ekonomi global,” ujar Ariston kepada Bisnis, Minggu (19/1/2020).
Setiap sinyal adanya perlambatan ekonomi global umumnya akan menjadi sentimen positif bagi emas karena naiknya permintaan investor terhadap aset lindung nilai seperti emas.
Selain itu, kebijakan moneter bank sentral yang masih longgar karena mengantisipasi pelambatan ekonomi global juga membantu kenaikan harga emas karena pasar cenderung berinvestasi ke yield yang lebih tinggi.
Adapun, pada penutupan perdagangan pekan lalu, Jumat (17/1/2020) harga emas berjangka untuk kontrak Februari di bursa Comex di level US$1.560,3 per troy ounce, menguat 0,63%.
Baca Juga
Sementara itu, harga emas di pasar spot ditutup di level US$1.557,24 per troy ounce, menguat 0,3%. Harga emas berhasil mempertahankan posisinya di zona hijau di tengah membaiknya minat investor untuk mengumpulkan aset berisiko.
Kepala Penelitian Komoditas Geojit Financial Services Hareesh V mengatakan bahwa emas berhasil menguat pada perdagangan akhir pekan setelah data pertumbuhan ekonomi China melambat ke level terlemah dalam hampir 30 tahun pada 2019.
Padahal, sentimen untuk mengumpulkan aset berisiko tengah membaik setelah AS dan China berhasil menandatangani kesepakatan dagang tahap pertama yang seharusnya melemahkan emas.
“Meskipun data produksi dan penjualan ritel China membaik, ternyata itu tidak menunjukkan pemulihan yang signifikan dan masih ada kekhawatiran pasar tentang dampak perang dagang sehingga pedagang emas tengah menunggu indikator atau berita ekonomi yang lebih jelas,” ujar Hareesh seperti dikutip dari Bloomberg.