Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga CPO Diperkirakan Masih Bisa Memanas Lagi

Regulator industri Dewan Minyak Sawit Malaysia (MPOB) pada Senin (18/11) mengatakan, persediaan minyak sawit negara itu merosot 4,1% menjadi 2,3 juta ton, level terendah kedua tahun ini, setelah 2,25 juta ton Agustus - karena produksi turun dan laju ekspor meningkat.
Kelapa sawit./Bloomberg-Taylor Weidman
Kelapa sawit./Bloomberg-Taylor Weidman

Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil) diyakini masih naik hingga tahun depan, karena potensi penurunan produksi dan penguatan permintaan.

Regulator industri Dewan Minyak Sawit Malaysia (MPOB) pada Senin (18/11) mengatakan, persediaan minyak sawit negara itu merosot 4,1 persen menjadi 2,3 juta ton, level terendah kedua tahun ini, setelah 2,25 juta ton Agustus - karena produksi turun dan laju ekspor meningkat.

Pada September lalu, MPOB merevisi produksi tahunan 2019 Malaysia sedikit lebih rendah menjadi 20 juta ton dari perkiraan semula 20,3 juta ton. Mereka juga memperkirakan persediaan akan turun menjadi dua juta ton pada Desember.

“Laporan MPOB tersebut muncul lebih baik dari yang diharapkan, menawarkan prospek bullish untuk harga yang sudah kuat,” kata Sathia Varqa, pemilik dan pendiri Palm Oil Analytics yang berbasis di Singapura dikutip dari Bloomberg, Selasa (19/11).

Menurutnya harga CPO kemungkinan akan terus naik pada November dan Desember dengan sedikit risiko penurunan untuk saat ini. Varqa percaya bahwa kenaikan harga jual akan diterjemahkan ke dalam pendapatan perusahaan perkebunan yang kuat segera pada kuartal IV/2019.

“Namun, rata-rata setahun penuh masih diperkirakan di bawah tahun lalu,” katanya ketika dihubungi.

CPO berjangka telah memperoleh kembali sebagian besar kehilangan mereka, ditutup pada level tertinggi dua tahun 2.627 ringgit per ton pada 11 November 2019. Hal itu menunjukkan, produksi yang lebih rendah dari perkiraan dan ekspor yang lebih baik dari perkiraan.

Jumat lalu, harga patokan minyak sawit ditutup pada 2.568 ringgit per ton, kemungkinan masih naik sekitar 32,6 persen dari level terendah 2019 1.937 ringgit per ton pada Juli.

Sementara itu, analis Public Invest Research Chong Hoe Leong meyakini bahwa masih ada ruang untuk CPO berjangka naik menembus level RM2.800 dalam beberapa bulan mendatang terkait pengetatan pasokan komoditas tersebut.

Stok diperkirakan akan terus menurun, setelah dimulainya musim produksi rendah yang lebih cepat dari biasanya, serta pertumbuhan ekspor hampir 20 persen dalam sebulan, sebagaimana terlacak pada 10 hari pertama November.

Dia menambahkan, seharusnya ada permintaan yang lebih kuat menjelang akhir tahun dari China dan Uni Eropa (UE), karena pembeli cenderung mengunci pesanan menjelang kemungkinan kenaikan bea keluar minyak sawit di pasar Indonesia dan Malaysia, karena harga CPO melampaui level ambang minimum 2.250 ringgit per ton.

Namun, analis Maybank Kim Eng Ong Chee Ting memperingatkan terhadap ekstrapolasi statistik ekspor awal untuk sisa bulan ini. Harga CPO juga kemungkinan besar terkoreksi pendek sebelum mendapatkan kekuatan lagi pada paruh pertama 2020.

Dia menuturkan, lonjakan harga CPO baru-baru ini telah secara tajam mempersempit diskon harga CPO ke minyak kedelai menjadi US$83  menjadi US$114 per ton, di bawah rata-rata historis. Selain itu, biodiesel kelapa sawit sekarang diperdagangkan dengan harga premium sehingga membuatnya kurang atraktif untuk pencampuran biodiesel.

“Kami percaya minyak kelapa sawit telah kehilangan daya saing harga dan ini akan tercermin dalam perlambatan ekspor dalam beberapa bulan mendatang,” tambah Ong.

Namun demikian, mengingat stok yang dibawa lebih rendah ke  2020, tekanan biologis pohon, dan pertumbuhan yang lebih lambat di daerah kelapa sawit yang matang karena kurangnya penanaman baru di Malaysia dan Indonesia sejak 2015. Ong mengharapkan harga CPO yang lebih kuat pada 2020 dan 2021 daripada di 2019 karena pasokan minyak sawit secara keseluruhan semakin menipis.

Maybank Kim Eng mempertahankan perkiraan harga jual rata-rata CPO 2.100 ringgit per ton untuk 2019, 2.300 ringgit per ton untuk 2020, dan 2.400 ringgit per ton untuk 2021.

LEBIH KUAT

Usai menderita selama dua tahun terakhir karena harga minyak sawit mentah (crude palm oil) yang rendah, perusahaan-perusahaan perkebunan diperkirakan mulai melihat masa depan yang lebih cerah.  Analis Chong dalam risetnya mengemukakan, saat ini ada cukup alasan untuk percaya bahwa perusahaan perkebunan dapat mencatat pendapatan yang lebih kuat untuk kuartal keempat 2019. Menurutnya hal ini bisa menjadi kuartal terbaik mereka sejak 2017.

“Kami pikir hasil perusahaan kuartal III/2019 mendatang untuk perusahaan perkebunan Malaysia mungkin masih suam-suam kuku [tidak terlalu panas dan tak terlalu dingin], karena kenaikan harga CPO baru dimulai pada akhir Agustus,” katanya.

Namun, menurutnya hasil kuartal IV/2019 bisa menjadi salah satu hasil kuartalan terkuat yang terlihat sejak 2017. “Saham perkebunan kecil hingga menengah tetap menjadi favorit kami terutama Sarawak Plantation Bhd dan Ta Ann Holdings Bhd karena valuasi tetap menarik pada level saat ini,” tambah Chong.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dika Irawan

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper