Bisnis.com, JAKARTA - Batas pemesanan Surat Berharga Negara (SBN) ritel saat ini sudah turun menjadi sebesar Rp1 juta untuk menjangkau masyarakat yang lebih luas. Namun, apakah nilai tersebut masih dimungkinkan untuk turun?
Baca Juga
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Luky Alfirman mengatakan opsi penurunan batas pemesanan instrumen SBN ritel memang mengemuka setelah pihaknya menggunakan platform digital untuk memasarkan produk. Dia mengungkapkan sebelum 2018, pemesanan SBN ritel dilakukan secara luring dan batas pemesanannya sebesar Rp5 juta.
Kendati demikian, pada medio 2018, pihaknya mulai menggunakan platform daring yang diharapkan menjangkau kalangan investor yang lebih luas sehingga batas pemesanannya pun turun menjadi Rp1 juta.
Luky menyatakan bermodal data pasar pada tahun pertama penerbitan SBN ritel dengan 10 instrumen ini, uji pasar akan dilakukan. Apabila profil pasar sesuai, bukan tidak mungkin target pemesanan SBN ritel bisa lebih rendah.
"Ini kan baru setahun akan dilakukan asesmen. Kalau market-nya masuk, akan dipertimbangkan," ujarnya saat menghadiri Green Sukuk Investor Day di Mal Grand Indonesia, Jakarta, Sabtu (16/11/2019).
Luky menuturkan insiatif untuk menurunkan batas pemesanan SBN ritel ke kisaran Rp100.000-Rp500.000 bisa saja dilakukan.
Namun, ada hal yang harus dipertimbangkan yakni biaya untuk menyerap dana dan penyaluran imbal hasil yang harus melalui mitra distribusi. Proses itu dinilai lebih sulit dibandingkan dengan pembelian deposito karena administrasi hanya melibatkan satu bank yang sama.
"Kami kepikiran juga untuk menurunkan ke Rp100.000 sampai Rp500.000. Ada pertimbangan cost-nya seperti apa," terangnya.
Seperti diketahui, sepanjang 2019, pemerintah telah 10 kali menerbitkan SBN ritel dengan minimal pembelian Rp1 juta dan maksimal Rp3 miliar. Adapun masa jatuh tempo dari instrumen yang diterbitkan yakni 2 tahun untuk instrumen yang tidak dapat diperjualbelikan dan 3 tahun untuk instrumen yang dapat diperjualbelikan.