Bisnis.com, JAKARTA - PT Optima Prima Metal Sinergi Tbk. terus memperkuat bisnisnya setelah resmi melantai di Bursa Efek Indonesia pada 23 September 2019. Salah satunya, baru-baru ini perseroan membeli tiga kapal bekas yang diperkirakan akan menghasilkan 7.300 ton besi scrap untuk bahan baku baja.
Berdasarkan siaran pers yang dikutip Jumat (15/11/2019), Direktur Optima Prima Metal Sinergi Alan Priyambodo Krisnamurti mengatakan pembelian kapal bekas ini merupakan upaya perusahaan untuk merealisasikan target penjualan sebesar 24.000 ton besi scrap hasil pemotongan dari kapal-kapal bekas, pada tahun ini yang mencapai.
"Setelah IPO kami memiliki ruang yang lebih luas untuk mengeksekusi rencana-rencana bisnis, termasuk pembelian tiga kapal ini. Kami yakin aksi korporasi yang dilakukan perusahaan akan berdampak positif terhadap kinerja perusahaan hingga akhir tahun," terangnya.
Alan optimistis perseroan mampu meraih target pendapatan sekitar Rp100 miliar - Rp110 miliar pada tahun ini. Optimisme ini seiring dengan harga besi scrap yang relatif stabil.
"Sebagai perusahaan pionir bisnis besi scrap di Indonesia, kami optimistis pasar kami masih terbuka luas. Apalagi kebutuhan terhadap baja juga masih akan tinggi sejalan dengan agenda pembangunan infrastruktur pemerintah," imbuhnya.
Sekretaris Perusahaan Rubbyanto P.H. Handaja menjelaskan pembelian tiga kapal bekas ini merupakan kapal dengan jenis Kapal Muatan (KM) Mentari Perdana dengan berat 4.188 gross tonnage (GT), KM Mentari Sentosa seberat 4.980 GT, dan KM Mentari Persada seberat 7.312 GT.
Baca Juga
Saat ini tiga kapal tersebut telah dikirim dari sekitar Pelabuhan Tanjung Perak menuju Kamal, Madura, yang akan menjadi lokasi pemotongan kapal bekas menjadi besi scrap oleh OPMS. Satu dari tiga kapal tersebut sudah sampai di daratan, sementara dua lagi saat ini masih di lautan.
"Tiga kapal bekas yang kami beli sudah menjalani semua prosedur yang kami terapkan dalam setiap pembelian kapal hingga akhirnya kapal dikirim dan dilakukan pemotongan," kata Rubby.
Dia mengatakan perusahaan memiliki instruksi kerja pengiriman kapal yang mesti diterapkan dalam setiap proses pembelian kapal. Setelah negosiasi disetujui antara OPMS dengan pihak penjual, perusahaan akan segera melakukan inspeksi kapal dengan menakar kondisi dan potensi bahan baku baja yang dihasilkan dari kapal tersebut.
Dengan rampungnya inspeksi kapal, perusahaan lalu melakukan pengiriman kapal ke Madura. Setelah kapal tiba dan kemudian bersandar, proses pemotongan kapal mulai dilakukan.
"Butuh proses yang cukup panjang hingga akhirnya kapal bekas yang kami beli dapat dipotong dan kemudian diproses untuk menjadi bahan baku baja yang siap dijual ke pasaran," jelasnya.
Alan menambahkan kebutuhan bahan baku besi scrap juga didukung oleh ketersedian kapal-kapal tua yang berada di berbagai wilayah Indonesia. Saat ini, usia rata-rata kapal yang ada di Indonesia antara 20-25 tahun. Sementara, perusahaan asuransi hanya membiayai kapal yang usianya tidak lebih dari 25 tahun.
Mengacu data Indonesian National Shipowners Association (INSA) pada 2016, jumlah kapal di Indonesia mencapai lebih dari 24.000 unit. Dari jumlah itu, sebanyak 1.900 kapal memiliki bobot lebih dari 10.000 DWT.
"Dengan pengalaman, jaringan, dan strategi bisnis yang terukur serta disiplin, kami optimistis kinerja OPMS akan terus tumbuh berkelanjutan. Kami juga akan mengoptimalkan setiap peluang untuk memperkuat fundamental perusahaan, khususnya dalam penyediaan kapal-kapal bekas dengan harga yang efisien," katanya.