Bisnis.com, JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG berpeluang untuk konsolidasi pada perdagangan pekan depan meskipun pasar masih mencermati perkembangan kondisi global terutama perang dagang dan kemungkinan resesi.
Hans Kwee, Direktur PT Anugerah Mega Investama, menjelaskan pekan depan pasar masih diwarnai tentang kepastian pemotongan tarif menjelang kesepekatan perang dagang fase pertama.
Dia menyebutkan bahwa juru bicara Kementerian Perdagangan China dan pejabat Amerika Serikat mengatakan kedua negara telah sepakat untuk membatalkan beberapa tarif dan lebih dekat dengan perjanjian perdagangan "fase pertama".
Namun, kata Hans, rencana ini dikabarkan menghadapi pertentangan di internal Gedung Putih. Presiden AS Donald Trump dalam sambutannya kepada wartawan di Gedung Putih menggemukakan dia belum setuju penundaan tarif impor yang dituntut oleh China.
"Sebenarnya masalah yang dibicarakan kedua negara kami perkirakan fokus pada perlindungan kekayaan intelektual, manipulasi mata uang, dan neraca perdagangan," ujar Hans kepada Bisnis pada Sabtu (8/11/2019).
Pada awal pekan pasar sempat melemah setelah ada laporan yang menyebutkan Presiden Donald Trump dan pemimpin China Xi Jinping kemungkinan tidak akan bertemu untuk menandatangani kesepakatan perdagangan sampai Desember.
Pertemuan antara Trump dan Xi dapat ditunda karena kedua belah pihak masih perlu memutuskan sejumlah persyaratan dan tempat untuk melakukan pertemuan.
Hans mengatakan China menginginkan AS menghapus lebih banyak tarif impor senilai US$125 miliar yang dikenakan pada September sebagai bagian dari kesepakatan perdagangan fase pertama. "Hal ini yang masih belum dapat di sepakati Trump," ujarnya.
Selain itu, kata Hans, ekonom PBB mengatakan perang perdagangan China-AS adalah situasi yang merugikan kedua negara dan dunia. Perang dagang di perkirakan menelan biaya US$35 miliar bagi China pada paruh pertama tahun ini.
Sementara itu, konsumen dan perusahaan AS menanggung beban terberat dari tarif yang lebih mahal. "Berangkat dari hal ini, kami perkirakaan AS dan China akan terus berusahan mencari solusi masalah perdagangan kedua negara."
Di sisi lain, lan jut Hans, Bank of England memutuskan untuk mempertahankan suku bunga stabil di posisi 0,75%, tetapi beberapa pejabat, termasuk Gubernur Mark Carney, mengatakan akan mempertimbangkan penurunan jika hambatan global dan masalah Brexit tidak berkurang.
Pelonggaran moneter ke depan dinilai akan mendorong pasar keuangan bergerak positif.
Adapun Dana Moneter Internasional (IMF) mengatakan pertumbuhan ekonomi zona euro akan melambat lebih dari perkiraan karena krisis manufaktur dapat meluas ke sektor jasa akibat ketegangan perdagangan global.
Rilis indeks aktivitas sektor jasa Jerman hampir tidak tumbuh pada Oktober, sementara aktivitas bisnis zona euro berkembang sedikit lebih cepat dari ekspektasi, tapi tetap dekat dengan zona stagnasi.
"Zona Euro berisiko mengalami perlambatan ekonomi membuat pasar modal kawasaran tersebut cenderung tertekan," kata Hans.
Adapun dari domestik, data cadangan devisa naik menjadi US$126,7 miliar, dari sebelumnya US$124,3 miliar. "Kenaikan cadangan devisa merupakan indikasi positif bagi perekonomian."
Selain itu, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi RI di periode tersebut sebesar 5,02 persen. Angka ini melampaui perkiraan konsensus para analis sebesar 5 persen. Data ekonomi Indonesia masih positif.
Hans mengatakan data Indonesia masih cukup baik, tetapi pasar akan berhati-hati menanti perkembangan perang dagang dan peluang ekonomi dunia memasuki periode resesi.
"IHSG kami perkirakan berpeluang konsolidasi menguat dengan support di level 6.139 sampai 6.100 dan resistance di level 6.200 sampai 6.240," jelasnya.