Bisnis.com, JAKARTA--Kinerja reksa dana saham kian tertekan seiring melemahnya pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG). Analis pun pesimistis kinerja reksa dana saham dapat tumbuh bersama IHSG menjelang akhir tahun ini.
Berdasarkan data Infovesta Utama per 4 Oktober 2019, indeks reksa dana saham yang tercermin dalam Infovesta Equity Fund Index mencatatkan kinerja terburuk dengan return minus 10,25%, pertama kalinya menebus negatif double digit. Pelemahan itu searah dengan tertekannya IHSG sebesar -2,15% secara year-to-date.
Senior Analyst PNM Investment Management Usman Hidayat menyebut bahwa pada kuartal keempat biasanya seluruh produk finansial bakal terkonsolidasi dengan kecenderungan membaik.
Namun, dirinya pesimistis untuk potensi rebound kinerja produk reksa dana saham secara industri.
“Secara industri kami tidak yakin, apalagi dibarengi dengan tren suku bunga turun. Artinya, investor masih melihat peluang investasinya lebih banyak ke fixed income,” kata Usman.
Dirinya menyampaikan bahwa dengan potensi IHSG bakal membaik pada kuartal IV/2019 menuju 6.400, para manajer investasi dapat mempertimbangkan untuk mengubah komposisi portofolio ke saham-saham berkapitalisasi besar atau big caps yang lebih likuid dengan fundamental baik.
Baca Juga
Usman menduga, pelemahan indeks reksa dana saham secara ytd bisa jadi disebabkan adanya switching atau peralihan investasi dari saham ke instrumen pendapatan tetap.
Dirinya memberikan hipotesis bahwasanya aksi jual bersih (net sell) yang dilakukan asing bisa jadi masuk ke surat berharga negara (SBN).
“Net sell asing selama ini itu belum tentu capital outflow. Boleh jadi jual saham beli SBN,” tuturnya.
Namun demikian, data SBN yang tidak real time membuat hipotesis tersebut masih belum dapat direkonsiliasi. Menurutnya, neraca pembayaran dari Bank Indonesia yang dirilis per kuartalan membuat proses rekonsiliasi menjadi sulit dilakukan dengan cepat.
Selain itu, terkoreksinya indeks reksa dana saham juga bisa jadi para fund manager sedikit agresif dan lebih berani mengambil risiko dalam memilih saham yang akan dijadikan aset dasar produk reksa dana sahamnya.
Usman menjelaskan berdasarkan indikator bahwa alpha reksa dana saham saat ini tidak memiliki kekuatan positif untuk menyaingi IHSG. Saat ini, beta reksa dana saham juga kurang dari satu.
“Jadi, kenapa reksa dana saham tersungkur, walaupun betanya kecil juga kelihatannya stock picking-nya [MI] relatif tidak atau kurang berhati-hati,” ujar Usman.