Bisnis.com, JAKARTA—PT Acset Indonusa Tbk. mendapatkan tambahan pinjaman dari PT United Tractors Tbk. senilai Rp2,4 triliun.
Corporate Secretary & Investor Relations Acset Indonusa Maria Cesilia Hapsari mengatakan dengan tambahan tersebut, total pinjaman perseroan menjadi Rp4 triliun dari semula Rp1,6 triliun. Melalui pinjaman dari induk perusahaan ini, ACST memiliki tambahan dana yang dibutuhkan untuk modal kerja.
“Modal kerja ini akan dipergunakan untuk pembiayaan proyek-proyek konstruksi dan infrastruktur,” ujarnya Jumat (6/9/2019).
Dalam keterbukaan informasi disebutkan bahwa kedua perusahaan telah menandatangani Perubahan Perjanjian Pinjaman Pemegang Saham pada 19 Agustus 2019. Selain nilai pinjaman meningkat menjadi Rp4 triliun, beberapa syarat dan ketentuan juga berubah.
Pada perjanjian awal yang ditandatangani pada 1 Maret 2018, bunga pinjaman ditetapkan JIBOR+3% atau setara 8,6% per tahun dengan jangka waktu Perjanjian Pinjaman Pemegang Saham sampai dengan 21 Desember 2019 dan periode ketersediaan dana sampai dengan 21 November 2019. Jatuh tempo pinjaman pada 21 Desember 2019 dengan biaya fasilitas 1% per tahun.
Dengan perubahan perjanjian, bunga pinjaman baru ditetapkan sebesar JIBOR+2,5% atau setara 9,26% per tahun dengan jangka waktu Perjanjian Pinjaman Pemegang Saham dari tanggal perjanjian sampai dengan 30 April 2023. Periode ketersediaan dana 1 Maret 2018 sampai dengan 18 Agustus 2022. Jatuh tempo pinjaman ditetapkan pada 30 April 2023 dan ketentuan mengenai biaya fasilitas dihapuskan.
Baca Juga
Mengingat transaksi tersebut melebihi 50% dari ekuitas ACST dan memerlukan persetujuan rapat umum pemegang saham (RUPS), maka perseroan akan melakukan RUPS Luar Biasa untuk membahas agenda transaksi untuk memperoleh persetujuan pemegang saham pada Jumat (27/9/2019).
UNTR sepakat memberikan pinjaman kepada ACST untuk keperluan modal kerja. Secara bisnis, ACST dinilai bakal lebih menguntungkan dengan mendapatkan pinjaman dari induk usaha dibandingkan dengan meminjam kepada pihak ketiga karena proses dan waktu negoisasi lebih cepat, suku bunga lebih kompetitif, serta perseroan tidak perlu memberikan jaminan.
Sepanjang semester I/2019, ACST mencatatkan kontrak baru senilai Rp1,4 triliun. Sementara, perseroan menargetkan kontrak baru akhir tahun senilai Rp15 triliun. “Terkait target kontrak baru, ACST akan berupaya mendapatkan proyek-proyek baru secara selektif dan memastikan bahwa proyek tersebut sesuai dengan kemampuan dan kapasitas ACST,” kata Maria.
Dari sisi kinerja, sepanjang semester I/2019, Acset Indonusa membukukan pendapatan Rp1,55 triliun, turun 7% dari Rp1,65 triliun pada periode yang sama tahun lalu. Dari sini, ACST tercatat masih membukukan rugi bersih Rp404,43 miliar pada semester I/2019. Posisi itu berbalik dari keuntungan Rp73,44 miliar pada semester I/2018.
Dalam siaran pers, Manajemen ACST menjelaskan bahwa penurunan pendapatan akibat tegerusnya pendapatan dari sektor infrastruktur. Kondisi itu seiring dengan hampir rampungnya proyek berjalan.
Kendati demikian, pada Januari 2019—Juni 2019, sektor infrastruktur masih berkontribusi paling besar 71%. Sisanya, kontribusi berasal dari sektor konstruksi 13%, pondasi 8%, dan sektor lainnya 8%.