Bisnis.com, JAKARTA – Emiten plat merah PT Timah Tbk. mengancam akan terus mengurangi pasokan timah ke pasar global bila harga terus melesu.
Dalam forum Asia Tin Week 2019 di China, Direktur Utama Timah Riza Pahlevi menegaskan perusahaan akan melakukan kebijakan efektivitas dan efisiensi pada pos biaya operasional terutama dalam menjaga volume ekspor. Hal tersebut dilakukan untuk menyikapi kelesuan harga timah yang terjadi saat ini.
“Melihat apa yang terjadi pada pasar saat ini, kami akan lakukan kebijakan untuk menahan volume ekspor. Kenapa? Karena harga timah semakin menurun. Namun, tentu kebijakan ini akan dievaluasi kembali ketika harga sudah membaik,” katanya dalam siaran resmi pada Kamis (5/9/2019).
Riza menegaskan bahwa kondisi harga saat ini kurang mengapresiasi bagi para pekerja tambang. Oleh sebab itu, perseroan akan terus mengurangi volume ekspor maksimal 20% sampai harga kembali membaik.
“Dari periode Juli 2019, kami sudah lakukan penekanan volume hingga 20%, jika harga tetap tidak membaik kami akan tetap pertahankan untuk kemudian mengurangi volume ekspor hingga 100 ton per bulan sampai 2.000 ton per bulan,” katanya.
Menurutnya, penambangan timah adalah sektor yang pada operasionalnya memiliki risiko–risiko. Reza merasa bahwa harga saat ini kurang mengapresiasi sudah usaha perseroan sebagai penambang.
Baca Juga
Mendengar itu, para panelis kemudian bersepakat bahwa harus ada langkah langkah yang dilakukan untuk mengupayakan perbaikan pada harga timah dunia hingga kisaran di atas US$20.000/ton.
Sebagai informasi, berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Kamis (5/9/2019), harga timah kontrak Januari 2020 di SHFE naik 4,8% menjadi 145.090 yuan per ton, tertinggi sejak 19 Juni. Kemudian, pada penutupan perdagangan harga timah menguat 2,59% menjadi 142.000 yuan per ton.
Sementara itu, harga timah kontrak 3 bulan di LME naik sebanyak 3,1% menjadi US$17.740 per ton, tertinggi sejak 26 juli, saat pengumuman tersebut sebelum akhirnya bergerak di kisaran US$17.640 per ton, menguat 2,6%.
Riza pun menambahkan bahwa tidak ada issue tentang raw material supply di Indonesia. Menurutnya, beberapa waktu ini pemerintah Indonesia sudah melakukan perbaikan regulasi dengan membuat aturan tentang neraca cadangan dan verifikasi.
“Di Indonesia kita bisa lakukan ekspor, jika kita sudah melengkapi standar dan regulasi yang sudah ditetapkan pemerintah," ucapnya.