Bisnis.com, JAKARTA - Nikel memperpanjang reli luar biasa, karena investor bersiap untuk defisit pasokan yang melebar setelah pemasok bijih nikel utama, Indonesia, memajukan larangan ekspor bijih nikel 2 tahun lebih awal dari yang dijadwalkan.
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Selasa (3/9/2019) hingga pukul 10.30 WIB, harga nikel di bursa Shanghai untuk kontrak November 2019 bergerak menguat 7,73% menjadi 147.550 yuan per ton, kembali mencetak level tertingginya.
Sementara itu, pada penutupan perdagangan Senin (2/9/2019) nikel di bursa London untuk kontrak September 2019 ditutup di level US$18.120 per ton, menguat 0,64% dan melanjutkan reli penguatannya selama 6 perdagangan berturut-turut. Adapun, pada pertengahan perdagangannya, nikel sempat menyentuh level tertinggi US$18.894 per ton.
Mengutip publikasi riset ANZ, sumber daya Filipina saat ini lebih tipis dibandingkan dengan pada 2014 lalu, ketika larangan ekspor bijih nikel Indonesia berlaku untuk pertama kalinya sebelum dilonggarkan pada 2017.
“Hal tersebut membuat China, sebagai konsumen bijih nikel terbesar di dunia, akan semakin terbatas untuk menemukan sumber lain pengganti bijih nikel dari Indonesia. Ini membuat para pedagang berebut untuk mengamankan pasokan lebih awal,” tulis ANZ dalam risetnya seperti dikutip dari Reuters, Selasa (3/9/2019).
Kendati demikian, Perusahaan pertambangan nikel Filipina kemungkinan tetap akan meningkatkan produksi tahun depan ketika Indonesia melarang ekspor bijih, walaupun masih belum dapat mengisi kesenjangan pasokan bijih nikel.
Baca Juga
Seperti yang diketahui, Indonesia memberlakukan larangan ekspor bijih nikel yang dimajukan mulai 1 Januari 2020 dari jadwal semula pada awal 2022. Hal tersebut meningkatkan kekhawatiran pasar terhadap defisit pasokan untuk industri baja nirkarat.
Menurut Analis nikel Beijing Antaike Information Development Co. Xu Aidong, larangan Indonesia akan menghasilkan defisit global lebih dari 100.000 ton pada 2020, naik dari perkiraan sebelumnya yaitu kekurangan 40.000 ton.
Adapun, nikel adalah logam dasar berkinerja terbaik tahun ini di tengah jatuhnya pasar saham dan ketegangan perang dagang antara AS dan China. Nikel berhasil menguat 68,94% sepanjang tahun berjalan 2019 ini, di saat mayoritas logam lainnya bergerak terkontraksi.