Bisnis.com, JAKARTA— PT Aneka Tambang Tbk. melakukan evaluasi strategi untuk mengganti pendapatan ekspor bijih nikel dengan mengerek kinerja komoditas feronikel, emas, dan bauksit.
Sekretaris Perusahaan Aneka Tambang Kunto Hendrapawoko mengatakan akan melaksanakan ketentuan dan peraturan pemerintah terkait percepatan larangan ekspor bijih nikel yang dipercepat menjadi 1 Januari 2020.
Menurutnya, emiten berkode saham ANTM itu memastikan smelter feronikel di Halmahera Timur akan tetap selesai masa konstruksinya dan beroperasi pada 2020.
Kunto juga menyebut perseroan akan memaksimalkan produksi feronikel dari smelter di Pomalaa, Sulawesi Tenggara. Selain itu, ANTM akan melakukan evaluasi strategi untuk mengganti pendapatan ekspor bijih nikel.
“Dengan meningkatkan kinerja komoditas Aneka Tambang lainnya yakni feronikel, emas, dan bauksit,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (2/9/2019).
Sebelumnya, Direktur Utama Aneka Tambang Arie Prabowo Ariotedjo menjelaskan bahwa komoditas nikel dan feronikel berkontribusi 29% terhadap total pendapatan perseroan. Dari jumlah itu, kontribusi bijih nikel hanya 7%.
Baca Juga
“Disetop hanya 7%, jadi 22% masih oke,” ujarnya.
Lebih lanjut, Arie mengatakan dengan asumsi target pendapatan Rp30 triliun, larangan bijih nikel akan menghilangkan pendapatan perseroan sekitar Rp2 triliun. Nilai tersebut sekitar 6%—7% dari target yang dibidik tahun ini.
Dia menyebut ANTM memiliki portofolio selain bijih nikel. Komoditas lain yang berkontribusi terhadap pendapatan perseroan di antaranya emas dan bauksit.
“Bauksit tidak terpengaruh, emas kami tingkatkan jadi akan mengkompensasi pendapatan yang hilang dari bijih bauksit. Jadi, margin akan tergantikan oleh emas, bauksit, dan feronikel,” imbuhnya.
Sebelumnya, ANTM melaporkan penjualan bersih yang tidak diaudit Rp14,43 triliun pada semester I/2019. Nilai itu naik 22% dari Rp11,82 triliun periode yang sama tahun lalu.
Secara detail, perseroan pertambangan milik negara itu melaporkan penjualan yang tidak diaudit atau unaudited emas mencapai 15.741 kilogram (kg) pada semester I/2019. Realisasi tersebut tumbuh 14% dibandingkan 13.760 kg per akhir Juni 2018.
Komoditas emas merupakan kontributor terbesar terhadap nilai penjualan unaudited ANTM pada semester I/2019. Lini usaha itu menyumbangkan Rp9,61 triliun atau 67% dari total nilai penjualan Januari 2019—Juni 2019.
Sementara itu, ANTM melaporkan penjualan unaudited feronikel mencapai 13.157 ton nikel dalam feronikel (TNi) pada semester I/2019. Jumlah tersebut naik 5% dibandingkan dengan penjualan 12.579 TNi pada semester I/2018.
Dari sisi produksi, volume unaudited feronikel mencapai 13.017 TNi. Posisi tersebut naik 2% dari 12.811 TNi pada semester I/2018.
Penjualan feronikel menjadi kontributor pendapatan terbesar kedua untuk total penjualan unaudited ANTM pada semester I/2019. Komoditas itu berkontribusi sekitar Rp2,31 triliun atau 16% dari total penjualan.
Pada semester I/2019, penjualan unaudited bijih nikel mencapai 3,90 juta wet metric ton (wmt). Posisi itu naik 103% dari 1,92 juta wmt pada semester I/2018.
Volume produksi unaudited bijih nikel tercatat mencapai 4,79 juta wmt sepanjang Januari 2019—Juni 2019. Pencapaian itu tumbuh dari 3,77 juta mwt pada semester I/2018.
ANTM mengantongi pendapatan unaudited dari bijih nikel senilai Rp1,76 triliun pada semester I/2019. Nilai tersebut tumbuh sebesar 107% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Berdasarkan data Bloomberg, harga saham ANTM menguat 50 poin ke level Rp1.120. Pergerakan anggota holding BUMN pertambangan itu langsung tancap gas ke zona hijau dan mendarat dengan penguatan harga 100 poin atau 9,35% ke level Rp1.170 pada sesi penutupan.