Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bursa Hong Kong Hadapi Kuartal Terburuk Sejak 2015

Bursa saham Hong Kong mengarah menuju kuartal terburuk sejak 2015 di tengah eskalasi perang dagang dan situasi politik di wilayah ini. Rilis laporan kinerja keuangan korporasi tampak tak akan menyelamatkannya.

Bisnis.com, JAKARTA – Bursa saham Hong Kong mengarah menuju kuartal terburuk sejak 2015 di tengah eskalasi perang dagang dan situasi politik di wilayah ini. Rilis laporan kinerja keuangan korporasi tampak tak akan menyelamatkannya.

Setelah aksi jual menghapus lebih dari US$600 miliar dari pasar modal Hong Kong, valuasi yang menarik dipandang sebagai titik terang potensial. Sayangnya, angka-angka itu tidak terlihat begitu baik ketika analis terus memangkas perkiraan laba mereka untuk 2019.

Peringatan mereka untuk penurunan rata-rata 19 persen dalam laba usaha akan menjadi kontraksi terbesar bagi perusahaan-perusahaan dalam indeks Hang Seng sejak krisis keuangan global, menurut data yang dihimpun oleh Bloomberg.

Meski perang perdagangan AS-China yang berkepanjangan dan melemahnya nilai tukar yuan berkontribusi atas sejumlah besar pengurangan laba, kondisi terkini mengungkapkan isu yang lebih dalam.

Dengan ekonomi Hong Kong berada di bawah tekanan aksi unjuk rasa yang telah berlangsung selama 11 pekan berturut-turut, permintaan untuk segala hal mulai dari pinjaman bank hingga gas utilitas dapat terancam.

“Kuartal ketiga [2019] bisa lebih buruk mengingat situasi politik lokal dan eskalasi perang perdagangan. Potensi kejutan penurunan belum sepenuhnya tercermin dalam harga saham,” terang Jackson Wong, direktur manajemen aset di Amber Hill Capital Ltd., dikutip dari Bloomberg.

Saham penyedia utilitas Hong Kong and China Gas Co. turun 5,3 persen pada perdagangan Rabu (21/8/2019) setelah membukukan kinerja yang mengecewakan dan menyatakan bahwa lingkungan bisnis lokal "penuh tantangan".

Menurut Analis di Daiwa Securities, kerusuhan politik di Hong Kong dapat mengurangi penjualan perusahaan itu ke industri perhotelan karena penduduk cenderung memilih untuk memasak di rumah ketimbang makan di luar.

Pada Rabu (21/8), Cathay Pacific Airways Ltd. mengatakan bahwa protes di Hong Kong akan memberi dampak signifikan pada perolehan pendapatan mulai Agustus.

Maskapai penerbangan Hong Kong ini, yang sempat menerima reaksi keras dari pemerintah China karena sebagian karyawannya ambil bagian dalam demonstrasi, mengatakan lalu lintas bisnis dan liburan ke kota tersebut telah melemah secara signifikan.

Ancaman dari perang dagang dan gejolak dalam kota selama berpekan-pekan juga tampak di pasar properti, serta hunian hotel dan penjualan ritel.

CK Asset Holdings Ltd., yang sahamnya jatuh ke level terendah sejak Januari 2017 pada pekan lalu, menunda proyek perumahan mewah karena protes itu. Perusahaan menghabiskan sekitar US$3,3 miliar untuk membeli pemilik pub Inggris Greene King Plc.

Sementara itu, saham HSBC Holdings Plc. dan BOC Hong Kong Holdings Ltd. telah kehilangan sekitar 9 persen bulan ini karena investor semakin khawatir tentang pelarian modal.

Pelemahan yuan menjadi kabar buruk lain bagi indeks Hang Seng. Perusahaan dalam indeks saham acuan Hong Kong tersebut memperoleh rata-rata 64 persen pendapatannya dari China daratan dan 22 persen dari Hong Kong, menurut perhitungan Morgan Stanley.

Bulan ini, nilai tukar yuan menembus level kunci 7 per dolar AS, untuk pertama kalinya sejak 2008, dan telah diperdagangkan lebih lemah dari level itu selama lebih dari dua pekan.

Prospek laba yang suram datang pada saat yang kritis untuk pasar ekuitas Hong Kong. Meski valuasi murah mendorong sejumlah pembelian pekan ini, pakar strategi di Morgan Stanley dan Credit Suisse Group AG termasuk di antara yang berpandangan lebih bearish.

Indeks Hang Seng masih turun 13 persen sejak mencapai level tertingginya pada bulan April, sekaligus menjadi salah satu dengan return terburuk di dunia.

"Saya tidak tahu kapan kondisi laba akan berbalik. Agar ini terjadi, kita setidaknya memerlukan lingkungan politik yang stabil di Hong Kong dan kesepakatan untuk mengakhiri perang perdagangan,” imbuh Jackson Wong.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper