Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Minyak Makin Panas Tunggu 'Super Bowl'

Harga minyak mentah semakin bergolak pada perdagangan Senin (29/7/2019), di tengah spekulasi dorongan permintaan dari potensi penurunan suku bunga di Amerika Serikat (AS) yang akan menyebarkan manfaat ekonomi secara lebih luas.

Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak mentah semakin bergolak pada perdagangan Senin (29/7/2019), di tengah spekulasi dorongan permintaan dari potensi penurunan suku bunga di Amerika Serikat (AS) yang akan menyebarkan manfaat ekonomi secara lebih luas.

Berdasarkan data Bloomberg, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak September 2019 ditutup menguat 67 sen di level US$56,87 per barel di New York Mercantile Exchange, kenaikan terbesarnya sejak 10 Juli sekaligus reli kenaikan hari ketiga berturut-turut.

Adapun harga minyak mentah Brent untuk pengiriman September 2019 lanjut naik 25 sen dan berakhir di level US$63,71 per barel di ICE Futures Europe Exchange pada Senin, setelah membukukan kenaikan mingguan sebesar 1,6 persen pada akhir perdagangan Jumat (26/7/2019).

Dalam pertemuan kebijakannya yang berakhir Rabu (31/7/2019) waktu setempat, bank sentral AS The Fed diperkirakan akan menurunkan suku bunga untuk pertama kalinya dalam lebih dari satu dekade.

Sementara itu, tim negosiator AS dan China akan mengadakan perundingan secara langsung di Shanghai dalam upaya untuk menyelesaikan perang dagang antara dua negara berekonomi terbesar di dunia ini.

Juga pada Rabu pekan ini, pemerintah AS akan merilis laporan yang diperkirakan akan menunjukkan penurunan stok minyak mentah Amerika selama tujuh pekan berturut-turut.

“Pasar sedang menunggu sampai Rabu. Ini akan menjadi seperti [pertandingan] Superbowl untuk minyak. Ada rilis angka persediaan EIA dan pengumuman The Fed beberapa jam kemudian,” jelas Phil Streibe, pakar strategi market senior di RJO Futures.

“Jika kita melihat pemangkasan [suku bunga] oleh The Fed dan penurunan stok minyak mentah, mungkin akan ada pergerakan besar pada Rabu untuk harga minyak,” lanjutnya.

Memanasnya ketegangan politik di Timur Tengah, yang telah meningkatkan risiko geopolitik di seluruh wilayah penghasil minyak utama, juga terus mendukung harga.

Inggris telah mengirim salah satu dari kapal perang Tipe 45 ke Selat Hormuz, setelah Iran menyita sebuah kapal tanker Inggris. Sementara itu, AS dan negara lain berusaha membangun koalisi untuk melindungi kapal-kapal yang melintasi titik penting bagi pengiriman minyak mentah itu.

Meski mengalami kenaikan, minyak tetap bergerak menuju penurunan bulanan keduanya tahun ini karena prospek jangka panjang untuk ekonomi global masih goyah.

Para hedge fund menambah pertaruhan untuk penurunan di bursa-bursa berjangka New York dengan laju tercepatnya dalam hampir satu tahun, menyusul rilis data manufaktur yang mengecewakan dari Amerika dan Jerman pekan lalu yang memperkuat kekhawatiran menyusutnya permintaan.

“Permintaan tampak lesu untuk saat ini. Pedagang China perlu datang dan mulai membeli minyak mentah. Kita juga perlu melihat kenaikan permintaan di AS agar harga naik lebih tinggi,” tambah Streible.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper