Bisnis.com, JAKARTA - Emiten perkebunan PT Mahkota Group Tbk. (MGRO) menargetkan kontribusi penjualan produk turunan minyak sawit mentah (crude palm oil) mencapai Rp3,4 triliun atau 60% dari target penjualan yang dibidik pada 2019 sebesar Rp5,6 triliun.
Sekretaris Perusahaan Mahkota Group Elvi mengatakan target penjualan perusahaan perkebunan kelapa sawit itu sebesar Rp5,6 triliun pada tahun ini. Akan tetapi dengan catatan pabrik refinery CPO yang saat ini tengah dibangun perseroan dapat beroperasi pada semester II/2019.
"Perseroan menargetkan adanya penambahan sales produk refinery sekitar Rp3,4 triliun dari total proyeksi sales 2019 sebesar Rp5,6 triliun," katanya kepada Bisnis.com, baru-baru ini.
Elvi menambahkan pabrik tersebut dapat menghasilkan minyak goreng dengan kapasitas produksi 1.500 ton per hari. Selain itu, emiten berkode saham MGRO itu juga akan dapat mengolah minyak kernel atau palm kernel oil (PKO).
"Kernel crushing plant bakal menghasilkan minyak inti sawit sebesar 400 ton per hari," imbuhnya.
Menurut Elvi, MGRO berencana untuk melakukan tes pengujian pabrik pada Agustus 2019. Saat ini, progres pembangunan pabrik itu sudah mencapai sekitar 80%.
Baca Juga
Perseroan, lanjutnya, membangun pabrik tersebut dengan menggunakan dana hasil initial public offering. Saat IPO pada 12 Juli 2018, MGRO mengantongi dana Rp158,33 miliar.
"Sebesar 60% dana hasil IPO tahun lalu dipergunakan utk pembangunan pabrik tersebut, di mana biaya secara keseluruhan mencapai sekitar Rp300 miliar," ungkapnya.
Sementara itu, analis & Corporate Finance Pacific 2000 Sekuritas Indra menyebutkan bahwa kinerja emiten-emiten perkebunan akan mengalami perlambatan. Pasalnya, belum ada sentimen positif untuk menaikkan harga CPO sebagai inti bisnis penjualan.
"Kalau kelapa sawit semester dua tidak ada perbedaan dengan semester 1 di mana akan terjadi perlambatan. Permintaan global akan kelapa sawit rendah dan negative campaign masih berlaku. Asosiasi sedang berusaha meningkatkan kinerja. Pemerintah pun aktif dalam biodiesel tapi penggunaan terbatas," katanya pada Rabu (17/7).
Beberapa sumber, lanjutnya, menyebut B30 itu akan merusak mesin untuk skala industri. Alhasil permintaan biodiesel untuk perindustrian belum tinggi padahal secara harga membantu karena lebih murah daripada diesel.
Menurutnya emiten yang memiliki produk hilir dapat mempertahankan kinerja. "Kinerja tahun ini diharapkan pertumbuhan tapi terbatas. Harga ada penurunan tapi mungkin akan ada kenaikan volume CPO. Emiten yang punya produk hilir dan B30 pasti akan diuntungkan," pungkasnya.