Bisnis.com, JAKARTA -- Produksi minyak Rusia jatuh mendekati level terendah dalam 3 tahun terakhir pada awal Juli 2019, karena output dirusak oleh pertikaian monopoli pipa minyak Rusia.
Dilansir dari Reuters, Selasa (9/7/2019), perusahaan transportasi pipa minyak mentah Transneft dan produsen minyak terbesar negara itu, Rosneft, sedang bertikai. Rosneft mengklaim Transneft menyumbat asupan minyak dari Yuganskneftegaz, unit hulu utama Rosneft.
Sebuah sumber industri menyebutkan output minyak di Yuganskneftegaz di Siberia Barat turun 30 persen selama 1-8 Juli dibandingkan dengan rata-rata bulan sebelumnya. Adapun Transneft mengangkut 83 persen minyak Rusia melalui jaringannya, sedangkan Rosneft menyumbang lebih dari 40 persen produksi Rusia.
Rosneft mengatakan produksi minyaknya telah menurun karena keputusan Transneft untuk mengurangi asupan minyak, dilatari masalah minyak yang terkontaminasi. Menurut Rosneft, Transneft telah memberlakukan batasan signifikan pada asupan minyak dari Yuganskneftegaz.
"Pengurangan output yang dipaksakan terkait dengan pemotongan asupan minyak Transneft ke dalam sistem jaringan pipa utama," kata seorang juru bicara Rosneft, seraya menambahkan bahwa saluran pipa tersumbat oleh minyak mentah yang terkontaminasi.
Transneft dan Rosneft sebelumnya memang telah berselisih tentang upaya untuk menyelesaikan masalah minyak yang terkontaminasi yang ditemukan pada April 2019, dalam pipa ekspor Druzhba ke Eropa.
Baca Juga
Adapun Transneft tidak menanggapi permintaan komentar tentang batasan yang dikenakan pada asupan minyak dari Yuganskneftegaz.
Sumber-sumber industri mengungkapkan produksi minyak Rusia turun menjadi 10,79 juta barel per hari (bpd) pada awal bulan ini, yang berarti produksi lebih rendah dari tingkat yang disepakati berdasarkan kesepakatan OPEC dan produsen lainnya.
Kepala kedua firma itu, Igor Sechin dari Rosneft dan Nikolai Tokarev dari Transneft, juga sebenarnya sering berselisih pada masa lalu. Meskipun secara resmi membantah perselisihan antara CEO mereka, kedua perusahaan sering bentrok dengan masalah seperti biaya transportasi minyak dan meningkatnya ekspor minyak Rosneft ke China.
Sechin dikenal dekat dengan Presiden Rusia Vladimir Putin selama dua dekade, sedangkan Tokarev juga merupakan sekutu lama. Putin, Tokarev, dan Sechin sempat bekerja di Pemerintah Kota St. Petersburg pada 1990-an setelah runtuhnya Uni Soviet.
Ketika diminta untuk mengomentari perselisihan itu, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov menegaskan bahwa hal tersebut merupakan masalah kedua perusahaan.