Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Hasil Audit Garuda : BPK Rekomendasikan Restatement Lapkeu Hingga Batalkan Kerja Sama Citilink-Mahata

Setidaknya ada dua masalah yang ditemukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam laporan keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.
Kinerja Garuda Indonesia mulai bangkit setelah kembali mendulang laba pada kuartal I/2019 senilai US$20,48 juta. Namun, emiten pelat merah itu malah mendapatkan tekanan bertubi-tubi dari dugaan kartel harga hingga polemik laporan keuangan 2018./Bisnis-Paulus Tandi Bone
Kinerja Garuda Indonesia mulai bangkit setelah kembali mendulang laba pada kuartal I/2019 senilai US$20,48 juta. Namun, emiten pelat merah itu malah mendapatkan tekanan bertubi-tubi dari dugaan kartel harga hingga polemik laporan keuangan 2018./Bisnis-Paulus Tandi Bone

Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah memeriksa dan mengevaluasi laporan keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Hasilnya, BPK merekomendasikan untuk membatalkan kerja sama antara PT Citilink (CI) dengan PT Mahata Aero Technology (MAT).
 
Selain itu, lembaga auditor negara tersebut juga meminta maskapai pelat merah itu untuk melakukan restatement atas penyajian laporan keuangan 2018.
 
"Kami memeriksa dan melakukan evaluasi terhadap laporan keuangan (lapkeu) Garuda. BPK meminta untuk membatalkan kerja sama PT Citilink dengan PT Mahata Aero Technology. BPK juga merekomendasikan agar Garuda Indonesia melakukan restatement atas penyajian lapkeu 2018," kata Anggota BPK Achsanul Qosasih, Selasa (9/7/2019).
 
Adapun salah satu hasil audit yang diterima Bisnis adalah BPK setidaknya menemukan dua masalah. Pertama, perjanjian kerja sama Citilink dengan Mahata tidak memenuhi syarat sah perjanjian yang mencakup kedudukan para pihak dan objek perjanjian.
 
BPK menjelaskan dalam perjanjian kerja sama layanan konektivitas dalam penerbangan Nomor CITILINK/JKTDSOG/PERJ-6248/1018 beserta seluruh perubahannya, disebutkan Direktur Utama (Dirut) Citilink hanya bertindak atas nama perusahaan dan tidak dinyatakan bahwa Dirut Citilink mendapatkan kuasa dari Garuda Indonesia Airlines (GIA), sehingga yang mengaitkan diri dalam perjanjian tersebut hanya Citilink dan Mahata.
 
"Oleh karena itu, GIA dan SA [Sriwijaya Air] tidak memiliki kedudukan hukum. Termasuk tidak memiliki hak dan kewajiban perjanjian kerja sama layanan konektivitas tersebut," tulis laporan yang dikutip Bisnis, Selasa (9/7). 
 
Terkait dengan objek perjanjian, BPK menyebutkan bahwa Citilink selaku pihak yang terlibat dalam perjanjian tersebut tidak memiliki kewenangan dan kuasa atas sebagian objek perjanjian yang merupakan milik Garuda Indonesia dan Sriwijaya Air.
 
Selain itu, dalam surat kuasa, Dirut Sriwijaya Air memberikan kuasa atas 47 pesawat yang dimiliki, padahal yang dijanjikan sebanyak 50 pesawat. BPK menyebut tiga pesawat yang ada di dalam perjanjian masih dalam proses perjanjian dan belum dimiliki Sriwijaya Air.
 
“Dengan memperjanjikan barang yang merupakan milik pihak lain yang tidak ikut menjadi pihak dalam suatu perjanjian berarti objek yang diperjanjikan tidak memenuhi syarat sebab dan halal. Citilink yang terikat dalam perjanjian tidak memiliki kewenangan atas sejumlah obyek perjanjian tersebut dan ini berlawanan dengan hukum,” tegas laporan itu.
 
Kedua, BPK menemukan adanya kejanggalan kerja sama layanan konektivitas dan In-Flight Entertainment (IFE) belum bersifat final. Dalam hal itu, BPK melihat bahwa perjanjian masih akan dilakukan dengan adendum atau perubahan dan salah satunya belum mengatur detail terkait hak dan kewajiban Garuda Indonesia, Sriwijaya Air, dan Mahata.
 
Laporan itu menyebutkan bahwa sesuai perjanjian kerja sama layanan konektivitas dan IFE antara Citilink dengan Mahata, jika pesawat yang diperjanjikan melibatkan pesawat yang dioperasikan oleh Garuda Indonesia dan Sriwijaya Air, maka dua perusahaan tersebut akan menyepakati ketentuan kerja sama dalam perjanjian terpisah dengan Mahata atau amandemen kerja sama antara Citilink dengan Mahata.
 
Sesuai dalam Berita Acara Pemberian Keterangan (BAPK) tanggal 17 Mei 2019 dan 21 Mei 2019, Dirut Mahata dan Direktur Niaga Citilink menyebut masih banyak klausul yang perlu dibahas, terutama terkait dengan pembayaran biaya kompensasi.
 
Sementara itu, dalam salah satu pasal perjanjian back to back antara Garuda Indonesia dengan Citilink, kembali ditegaskan bahwa Garuda Indonesia dan Mahata akan membuat perjanjian tersendiri yang mengatur hak dan kewajiban masing-masing pihak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Edi Suwiknyo
Editor : Annisa Margrit
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper