Bisnis.com, JAKARTA— PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) tengah mengkaji rencana emisi sisa dari program global medium term notes atau surat utang jangka menengah global senilai US$1,4 miliar untuk pemenuhan kebutuhan investasi perseroan.
Dalam siaran pers, Selasa (2/7/2019), Moody's Investors Service menyebut telah menyematkan peringkat Baa2 untuk surat utang yang akan diterbitkan oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN). Surat utang itu akan diterbitkan di bawah program global medium term notes (GMTN) yang sudah berjalan dengan total US$5 miliar dan juga mendapat peringkat Baa2.
Adapun, Moody’s masih mempertahankan peringkat Baa2 dan outlook stabil untuk peringkat korporasi PLN.
Saat dimintai konfirmasi, Direktur Keuangan Perusahaan Listrik Negara Sarwono Sudarto mengatakan perseroan sudah memanfaatkan program GMTN senilai US$3,6 miliar pada tahun lalu. Jumlah itu menurutnya sudah termasuk liability management senilai US$2 miliar.
“Sisanya akan diterbitkan baik size dan waktunya akan disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi pasar. Waktunya masih cari situasi pasar yang tepat dalam kuartal III/2019 ini,” ujarnya kepada Bisnis.com, Selasa (2/7/2019).
Sarwono mengatakan dana yang dihimpun akan digunakan untuk mendanai investasi perseroan. Beberapa rencana investasi perseroan yakni infrastruktur kelistrikan pembangkit, transmisi, dan gardu induk.
Baca Juga
Secara terpisah, Plt. Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara Djoko Rahardjo Abumanan mengatakan perseroan selalu mempertimbangkan setiap alternatif pendanaan. Akan tetapi, eksekusinya akan selalu disesuaikan dengan kondisi pasar keuangan dan kebutuhan investasi.
Sebelumnya, Djoko menjelaskan bahwa PLN membutuhkan dana investasi hingga Rp100 triliun setiap tahunnya. Hal itu yang menjadi alasan perseroan menahan laba bersih periode 2018 atau tidak menyetorkan dividen kepada negara.
Selain mengandalkan laba bersih dan pinjaman, Djoko menyebut PLN akan mencari dana segar dari pasar modal. Langkah yang ditempuh salah satunya dengan melakukan roadshow untuk penerbitan surat utang.
Manajemen PLN mengatakan akan menggunakan 50% dari alokasi belanja modal tahun ini untuk investasi pembangkit. Sisanya, perseroan akan digunakan untuk pengembangan transmisi dan distribusi.
Berdasarkan laporan keuangan 2018, PLN membukukan pendapatan penjualan tenaga listrik Rp263,47 triliun atau naik 6,85% secara tahunan pada 2018. Selanjutnya, pendapatan dari penyambungan pelanggan mencapai Rp7,30 triliun tahun lalu atau naik 2,67% dari periode yang sama tahun lalu.
Selain itu, PLN memiliki tambahan pendapatan usaha lain-lain senilai Rp2,11 triliun pada 2018. Dengan demikian, total pendapatan perseroan mencapai Rp272,89 triliun atau tumbuh 6,89% secara tahunan.
Dari situ, korporasi setrum milik negara itu membukukan laba bersih Rp11,56 triliun pada 2018. Pencapaian itu naik 162,13% dari Rp4,41 triliun pada 2017.
Di sisi lain, Ramdhan Ario Maruto, Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Indonesia menilai peringkat surat utang PLN masih menarik. Dengan stabilinya kondisi pasar global serta turunnya suku bunga global, pihaknya menilai akan menjadi waktu yang baik untuk emisi.
“Dari sisi cost of fund bisa sedikit lebih rendah atau minimal sama dengan yang sebelumnya,” paparnya.
Dia memprediksi surat utang yang diterbitkan oleh PLN masih akan diminati investor. Pasalnya, investor masih membutuhkan instrumen dengan yield yang menarik.